Kemerdekaan
dan Hawa Nafsu
Oleh:
Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis:
Ketua Tanfidz MWC NU Cibiru Kota Bandung dan Dosen STID Sirnarasa
Ciamis-Jabar)
Makna
kemerdekaan menurut semangat Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 dan Hak Asasi
Manusia (HAM) antara lain sebagai berikut: kemerdekaan adalah bebas dari
tekanan atau penindasan dari pihak lain. Dalam konteks ini bahwa kemerdekaan
itu dapat terwujud manakala kita telah terbebas dari penindasan, ancaman,
intimidasi dari pihak-pihak lain. Kemudian kemerdekaan berarti tidak adanya
kelas-kelas sosial dalam masyarakat dan terciptanya tatanan masyarakat yang setara
(egaliter) dan seimbang. Dimana antara satu komponen masyarakat dan yang yang
lainnnya saling menghargai dan menghormati serta memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Dan kemerdekaan dapat terwujud, manakala seluruh komponen masyarakat
bisa tampil baik individu dengan individu lain, atau satu kelompok dengan kelompok
lainnya membangun rasa kebersamaan untuk mewjudkan kesatuan dan persatuan
bangsa, yakni bangsa Indonesia.
Saat ini, kemerdekaan yang telah rasakan bangsa Indonesia genap
memasuki 70 tahun. Kemerdekaan tersebut merupakan puncak perjuangan bangsa ini.
Jadi, serangkaian perjuangan menentang kolonial dan imprealis bangsa asing
telah berakhir. Dimana kemerdekaan yang telah raih merupakan jembatan emas
atau pintu gerbang untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Jadi,
dengan kemerdekaan itu bukan berarti perjuangan bangsa sudah selesai. Tetapi,
justru muncul tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisinya dengan
berbagai pembangunan, baik lahir mapun bathin.
Bentuk penjajahan baru tersebut bisa berupa hawa nafsu
ekonomi (serakah, tamak, kikir dan lain-lain), politik (pembunuhan kakakter,
nafsu kekuasan dan lain-lain) dan dan
sebagainya. Maka dalam konteks seperti itu, dapat dikatakan bahwa kita sebagai bangsa
Indonesia belum merdeka. Karena hawa nafsu ekonomi dan politik masih bersemayam
di jiwa sebagian masyarakat kita.
Bangsa
Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaannya yang ke-70. Kesemarakan
warga masyarakat Indonesia, dari desa sampai kota menyambut hari bersejarah itu
sudah nampak jauh-jauh hari. Bendera merah putih, spanduk, lampu hias sampai
baliho-baliho besar bertuliskan ucapan Dirgahayu Kemerdekaan serta
pernak-pernik lainya menghiasi berbagai gang dan jalan raya. Iklan-iklan ucapan
selamat hari kemerdekaan dan acara spesial kemerdekaan dimedia massa pun
bertebaran menambah gegap gempita menyambut hari bersejarah itu.
Merdeka dari Hawa Nafsu
Tuhan telah memberikan berbagai hak dan kewajiban kepada segenap umat manusia,
diantara salah satunya adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan baik lahiriah
maupun batiniah. Kemerdekaan yang dimaksud meliputi jaminan hak-hak jasmaniah
dan rohaniah, seperti kemerdekaan hidup, kemerdekaan agama, kemerdekaan harta,
kemerdekaan tempat tinggal, kemerdekaan mengemukakan pendapat dan sebagainya.
Seseorang dapat dikatakan merdeka secara hakiki apabila kemerdekaan
tersebut terjadi secara menyeluruh dalam semua pilar-pilarnya. Kemerdekaan
tersebut bukan hanya dalam konteks Negara semata tetapi juga individu dan
masyarakat yang menjadi pengisi sebuah Negara. Dalam konteks individu
kemerdekaan berarti terbebasnya seseorang dari tekanan hawa nafsunya dalam
melakukan segala aktifitasnya. Menurut Fahmi Amhar dalam bukunya Arti
Kemerdekaan Hakiki dalam Perspektif Islam (2001), mengatakan bahwa individu
atau masyarakat dikatakan merdeka kalau seorang telah bersikap dan berperilaku
selalu di dasarkan kepada pertimbangan rasional. Dan bagi orang yang beriman
pertimbangan rasionalnya adalah ketika ia menyandarkan segala perbuatannya
kepada aturan Tuhan yang Maha Esa. Maka jika individu dan masyarakat dalam
kehidupannya senantiasa dikendalikan hawa nafsu maka berarti dia belum menjadi
orang merdeka yang sebenarnya. Meskipun ia bukan seorang budak dan hidup di
sebuah masyarakat dan Negara merdeka. Karena ia terbelenggu oleh hawa nafsunya
yang senantia memaksanya untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan
akal sehatnya. Kehidupannya selalu terjajah oleh hawa nafsunya sendiri sehingga
mengakibatkan terjerumusnya ia kejurang kebinasaan.
Pada konteks di atas, kita telah menyaksikan dan merasakan sendiri
harga bahan pokok dan BBM terus menaik, terutama harga daging sapi. Apakah hal
ini karena adanya ‘politik daging sapi’ ? Wa-Allahu ‘Alam. Kemudian konplik
internal partai antar elit politik saling berebut pucuk pimpinan partai terus
berlansung hingga kini. Entah kapan semua ini akan berakhir. Mungkin hanya
waktu yang akan bisa menjawabnya. Yang pasti bahwa semua itu karena sebagian
diantara komponen bangsa ini, baik individu dan kelompok masih dihinggapi
jiwanya oleh hawa nafsu, seperti sifat serakah, egois, dan ambisi yang
berlebihan. Dan kalau hal ini terus berlangsung tanpa adanya antisifasi dan
kesadaran bersama maka dikhawatir bangsa ini akan dikuasai oleh orang-orang
selalu mengumbar hawa nafsu. Dan dipihak lain, rakyat kecil (yang merupakan
mayoritas) dari bangsa ini akan terus menderita baik lahir maupun bathin,
karena himpitan ekonomi, kemiskinan, kesehatan dan lain-lain. Semoga semua hal
ini segera berakhir! Wa-Allahu ‘Alam.
___________________
Alamat
Penulis: Cipadung No. B 8 RT.02/11 Kel.
Cipadung Kec. Cibiru Kota Bandung 40614
Tlp/HP:
085795385626