Kamis, 07 Mei 2015

Dimensi dan Sistematika Dakwah Islam



Dimensi dan Sistematika Dakwah Islam
Oleh: Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis: Dosen UIN Bandung dan STID Sirnarasa Ciamis)

Pendahuluan
            Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah mengubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim).
Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang memerintahkan umatnya untuk mengajak umat manusia, supaya beriman, beramal, dan berkarya sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pelaksanaan dakwah sampai hari ini, belum dikelola dan dimanaj secara professional dan terukur. Disisi lain, dakwah ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab semua umat Islam yang mukallaf, laki-laki dan perempuan, ulama dan intelek, aktivis dan politisi, hartawan dan dermawan dimanapun dan kapanpun sesuai dengan kapasitas, kemampuan dan kompetensinya masing-masing. Ulama dan intelek  berdakwah dengan ilmu dan pemikirannya. Aktivis dan politisi berdakwah gerakan dan jabatanya. Hartawan dan dermawan berdakwah dengan hartanya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW.
            Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah mengubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim).
Dakwah merupakan tugas yang terhormat dan mulia, karena hal itu merupakan titah Allah dan Rasulnya. Dan dakwah juga merupakan usaha merekontruksi masyarakat melalui kegaiatan sosialisasi dan pelembagaan Islam, baik secara lisan (bi al-khithabah), tulisan (bi al-kitabah) maupun dengan perbuatan (bi al-hal). Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan terrencana, terprogram, terorganisir dan sistematis.
Dakwah dalam praktiknya merupakan kegiatan yang sudah cukup tua,  yaitu sejak adanya  tugas dan fungsi yang harus demban manusia di belantara kehidupan ini. Oleh sebab itu,  eksistensi dakwah tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun, karena kegiatan dakwah sebagai proses penyelamatan umat manusia dari berbagai persoalan manusia yang merugikan kehidupannya, meruapan bagian dari tugas dan fungsi manusia yang sudah direncanakan sejak awal penciptaan manusia sebagai khalifah fi al-ardh (khalifah di muka bumi).
Dakwah dalam implementasinya, merupakan kerja dan karya besar manusia, baik secara personal maupun kelompok yang dipersembahkan untuk Tuhan dan sesamanya adalah kerja sadar dalam rangka menegakkan keadilan, meningkatkan kesejahteraan, menyuburkan persamaan, dan mencapai kebahagian atas dasar ridha Allah SWT. Dengan demikian, baik secara teologis maupun sosiologis dakwah akan tetap ada selama umat manusia masih ada dan selama Islam masih menjadi agama manusia.
Secara teologis, dakwah merupakan bagian dari tugas suci (ibadah) bagi umat Islam. Kemudian secara sosiologis, kegiatan dakwah apapun bentuk dan konteksnya akan dibutuhkan dan mewujudkan keshalehan individual dan keshalehan sosial, yaitu pribadi yang memiliki kasih sayang terhadap sesamanya dan mewujudkan tatanan masyarakat marhamah yang dilandasi oleh kebenaran tauhid, persamaan derajat, semangat persaudaraan, kesadaran akan arti penting kesejateraan bersama, dan penegakan keadilan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
            Jika ditinjau dari segi tingkatannya bahwa dakwah terbagi pada tiga bagian, yaitu dakwah Ilahiyah, dakwah risalah dan dakwah riwayah. Adapun ketiga bentuk dakwah tersebut akan diuraian sebagai berikut;
Pertama, dakwah Ilahiyah, yakni proses pewahyuan (al-Quan) dari Allah SWT. melalui Malaikat Jibril as. kepada Nabi Muhammad SAW sebagai  pedoman dan petunjuk bagi manusia. Dengan kata lain, bahwa Allah telah menginformasikan dan memerintahkan (melalui firman-Nya, yaitu al-Quran) kepada Nabi Muhammad SAW, untuk menyeru dan mengajak umat manusia di muka bumi kepada jalan Allah (Islam).
            Secara garis besarnya isi kandungan al-Quran adalah berupa perintah dan larangan. Misalnya perintah shalat, zakat, puasa Ramadhan dan lain-lain. dan bentuk larangan, seperti larangan minum khamar, berjudi, perpecahan umat, sombong, gibah dan lain-lain.  Perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk beriman dan beribadah adalah hanya kepada kepada Allah semata, tidak pada yang selain-Nya. Dan memang,  jika Nabi Muhammad berharap kepada sesama makhluk untuk berbuat baik dan menyembahnya, sungguh yang didapati hanyalah sia-sia dan kekecewaan, karena perbuatan tersebut sangat dilarang oleh Allah, merupakan perbuatan musyrik. Sedangkan larangan-Nya adalah agar umat manusia tidak boleh berkeyakinan dan menyembah selain kepada Allah, karena hal tersebut merupakan perbuatan musyrik (menyekutukan Allah).
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah surat atau sebuah surat yang pendek secara lengkap. Dan penyampaian Al-Qur’an secara keseluruhan memakan waktu lebih kurang 23 tahun, yakni 13 tahun waktu nabi masih tingggal di Makkah sebelum hijrah dan 10 tahun waktu nabi hijrah ke Madinah. Selain itu itu juga, agar Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah untuk menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Sedangkan permulaan turunya Al-Qur’an  adalah pada malam Lailatul Qadar, tanggal 17 Ramadhan pada waktu Nabi telah berusia 41 tahun bertepatan  tanggal 6 Agustus 610 M, sewaktu beliau sedang berkhalwat (meditasi ) di dalam gua hira’ di atas Jabal Nur. Ayat yang pertama kali turun adalah surah Al-Alaq ayat 1-5. Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir al-Qu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah al-Maidah ayat 3.
            Al-Quran sebagai firman atau wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia untuk setiap masa, bangsa dan Negara atau lokal, nasional dan internasional. Al-Quran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab Taurat, Zabur dan Injil yang diturunkan melalui para Nabi dan Rasul Allah. Syaikh Abu Utsman berkata, ‘Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah (firman Allah), bukan makhluk-Nya,  Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan kepada segenap pilihan-Nya (Nabi dan Rasul). Barangsiapa yang mengatakan dan berkeyakinan bahwa ia (Al-Quran) adalah makhluk maka hukumnya kafir Al-Qur’an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu sebagai peringatan dan kabar gembira.
Secara garis besarnya, isi pokok kandungan al-Quran sebagai berikut:
1.      Tauhid  (aqidah dan keimanan terhadap rukun iman yang enam)
2.      Ibadah  (pengabdian dan penyembahan hanya terhadap Allah SWT)
3.      Akhlak  (akhlak  terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain)
4.      Hukum  (aturan untuk manusia, baik urusan pribadi, keluarga, dan masyarakat)
5.      Janji  (al-wa’du) dan Ancaman (Waa’id) (reward dan punishment bagi manusia)
6.      Sejarah (sebagai ibrah dari kejadian di masa lampau)
            Nabi Muhammad SAW yang selalu mendapat bimbingan Allah SWT dalam menjalankan tugas dakwahnya, menyadari betul bahwa kunci perubahan terletak pada kekokohan keyakinan. Tanpa keyakinan orang akan bimbang dan hidup tanpa arah sehingga setiap langkahnya selalu diliputi keraguan. Dengan kata lain, keyakinan inilah yang menjadi kekuatan setiap amal dan tidak ada amal yang sempurna kecuali berangkat dari keyakinan yang sempurna. Itu sebabnya di masa permulaan dakwah, Nabi SAW secara terus menerus membina aqidah umat Islam. Hal ini bersesuaian dengan tema ayat-ayat Makiyyah yang diturunkan pada fase pertama dakwah, yaitu saat umat Islam belum melakukan hijrah ke Madinah, dimana kebanyakan ayat-ayat yang turun itu merupakan ayat-ayat tentang aqidah atau tauhid yang membahas tentang kewajiban hanya beribadah kepada Allah, bukti tentang kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW, hari pembalasan, surga, dan neraka. Sedangkan pada fase kedua, yaitu sesudah hijrah, ayat-ayat Qur’an cenderung lebih banyak membahas tentang kewajiban dan larangan seperti masalah ibadah, muamalah, keluarga, warisan, jihad, dan lain-lain.
            Kedua, dakwah risalah, yakni dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengajak umat manusia kepada jalan Allah (Islam).
            Setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, maka secara resmi beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT. Beliau mempunyai kewajiban untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan untuk menuju jalan yang lurus. Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah Makkah di jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk seluruh umat manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya Allah SWT juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua utusan Allah ini telah berhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah menjadi orang yang beriman dan hanya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan keduanya juga diperintah Allah SWT untuk membangun kiblat umat Islam, yaitu Ka’bah al-Mukarramah di Makkah. Namun sesuai dengan perjalanan waktu, keimanan dan kepercayaan masyarakat Makkah saat itu  menjadi luntur dan berubah menjadi kemusyrikan dengan menyembah patung dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami kerusakan dalam masalah aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.Oleh karenannya, menyempurnakan akhlak manusia merupakan tugas dan misi utama beliau di muka bumi ini.
            Agama Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,  ketika beliau berhalwat di Gua Hira. Setelah mendapat perintah Allah, kemudian Nabi Muhammad mengembangkan misi dakwahnya untuk menyelamatkan kaumnya dan seluruh umat manusia dari kedzaliman, kebodohan dan ketertindasan atau kesewenang-wenang. Amanat itu dilaksanakan oleh beliau secara konsisten dan konsekwen. Tahap awal dakwah beliau dalam menyampaikan ajaran Islam kepada keluarga terdekat, sahabat dan selanjutnya terhadap masyarakat umum. Dalam melaksanakan misi dakwah ini, Nabi Muhammad SAW banyak menghadapi tantangan dan hambatan yang tidak ringan. Begitu besar dan derasnya perlawanan masyarakat kafir Quraisy, Pada akhirnya, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk berhijrah. Hal itu dilakukan untuk memberikan perlindungan dan keselamatan kepada Nabi dan para pengikutnya. Sehingga usahanya ini berhasil terutama ketika hijrah ke Madinah. Di Madinah,  Islam berkembang dengan signifikan, baik dari sisi ajaran Islam, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Adapun manfaat yang dapat kita ambil dari dakwah Nabi Muhammad Saw. yaitu: Iman kepada Allah SWT, rasa tanggungjawab dan cita-cita yang mulia untuk berdakwah  serta ketabahan dan keteguhan hati (bersabar).
            Islam adalah agama dakwah, yang artinya senantiasa aktif menyeru manusia agar mengikuti jalan yang lurus sesuai yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Masyarakat yang bodoh (jahil) seringkali tidak mengerti mengapa mereka harus belajar dan mengubah keyakinan yang selama ini mereka pegang. Kebodohan membuat mereka tidak menyadari betapa pentingnya ilmu. Itu sebabnya orang bodoh sulit keluar dari lingkaran kebodohan kecuali jika dibantu oleh kehadiran orang-orang yang secara intensif menasihati dan mengajarkan mereka tentang kebenaran. Itulah gunanya Allah menurunkan para nabi agar manusia mendapat peringatan tentang jalan yang benar dan yang salah. Disamping itu keaktifan seorang da‘i  juga akan membantu menyempurnakan informasi yang kurang, sehingga dapat mengokohkan pendirian mereka yang masih ragu, menambah semangat bagi yang malas, serta membentengi diri dari suara-suara yang bertentangan dengan kebenaran. Inilah makna penting dari firman Allah :
            Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
            Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia bukan diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat. Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT serta kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal pada saat itu,  masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan, kesuku dan kekabilahanya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang antar satu suku dengan suku yang lainnya, agar kabilah menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia dan terhormat. Setelah diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang lain,, mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad SAW untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara memberi teladan. Oleh karena itu seorang da‘i  hendaknya aktif mendatangi masyarakat sebagaimana telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Beliau mendatangi dan mendakwahi setiap kabilah tanpa terkecuali. Beliau juga mengunjungi tempat-tempat keramaian seperti di bukit Shafa atau di sekitaran Ka’bah. Musim Haji merupakan waktu yang ditunggu-tunggu karena pada waktu ini banyak peziarah yang datang mengunjungi Mekah untuk menunaikan Haji. Beliau juga ada kalanya keluar kota mengunjungi tempat lain untuk seperti Thaif untuk berdakwah. Terkadang juga beliau tidak mengunjungi langsung, tetapi meminta sahabat untuk menggantikan beliau seperti Mush’ab bin Umair yang beliau utus ke Yatsrib untuk mengajar penduduk kota tersebut. Setiap kali berkumpul dengan sahabat beliau selalu menjadikan kesempatan itu untuk menyampaikan nasihat. Pendeknya, dalam setiap kesempatan dan tempat beliau terus senantiasa mengingatkan manusia tentang kebenaran dan mengajar mereka ilmu pengetahuan.
            Ketika Rasulullah s.a.w. berdakwah di Makkah pertama kali, sejarah mencatat bahwa model dakwah yang beliau lakukan adalah dengan cara sembunyi-sembunyi, yang hal itu berlangsung semenjak turunnya wahyu pertama kali hingga masuk Islamnya Umar bin Khaththab. Setelah Umar masuk Islam, maka fase dakwah berubah menjadi terang-terangan. Inilah yang disebut dengan dakwah ‘sirriyyah (sembunyi-sembunyi) dan ‘alaniyyah’ (terbuka) sebagai fase dakwahnya. Sedangkan dakwah  sirriyyah dan ‘alaniyyah  sebagai sub fase dakwah” dapat terjadi di semua fase dakwah. Ini lebih tepat dianggap sebagai strategi perjuangan dakwah. Misalnya adalah penugasan-penugasan yang diberikan Rasul SAW kepada beberapa sahabatnya di fase pembentukan negara (dauly) setelah berdirinya Negara Madinah, untuk kepentingan dakwah. Misalnya Nabi mengutus Hudzaifah bin Yaman yang ditugasi menerobos barisan musuh secara sembunyi (sirriyyah) dan tidak perlu membuat kegaduhan di sana. Contoh lain adalah masuk islamnya Abdullah bin Salam (tokoh Yahudi). Ada pula seorang sahabat yang menyembunyikan keislaman dari kaumnya, untuk melakukan misi adu domba agar mereka tidak menyerang umat Islam.
            Ketiga, dakwah riwayah, yakni dakwah yang dilakukan semua umat Islam sesuai dengan kafasitas dan kemampuan masing-masing, yang berlandasnya al-Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, kemajuan sains dan teknologi yang bersuber paham sekuler, seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut  bangsa dan negara di seluruh dunia ini.  Era globalisasi ini menghendaki setiap individu, masyarakat dan bahkan negara harus mampu berkompetisi (bersaing) satu sama lain. Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi kalau kita cermati, cenderung berpotensi pada dampak serta berpengaruh yang negatif,  selain ada juga yang positif. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi pemikiran, kebudayaan, perekonomian dan perpolitikan masyarakat dunia.
Ada beberapa dampak negatif globalisasi yang digulirkan oleh dunia Barat (sekuler) yang rawan mempengaruhi kehidupan masyarakat muslim, dan sekaligus menjadi tantangan dakwah di masa depan, yaitu, pertama, adalah kecenderungan maddiyyah (materialisme) yang selalu kuat pada zaman sekarang ini. Kedua, adanya proses atomisasi, individualistis. Kehidupan kolektif, kebersamaan, gotong royong, yang merupakan budaya positif di tanah air,  telah diganti dengan semangat individualisme yang kuat. Ketiga, sekulerisme yang senantiasa memisahkan kehidupan agama dengan urusan masyarakat, karena agama dinilai hanya persoalan privat atau individu semata. Dan keempat, munculnya relativitas norma-norma etika, moral, dan akhlak. Sehingga dalam suatu konteks masyarakat yang dianggap tabu bisa saja dalam konteks masyarakat yang lain dianggap boleh.
Orang orang yang demikian kata Ali Syari'ati sebagaimana yang dikutip oleh Ari Ginanjar Agustian mengatakan bahwa bahaya yang paling besar yang dihadapi oleh umat manusia zaman sekarang ini  bukanlah kedsyatan bom atom, tetapi perubahan fitrah. Unsur kemanusiaan dalam dirinya sedang mengalami kehancuran sedemikian cepat, inilah mesin-mesin berbentuk manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan kehendak alam yang fitrah.
Dampak globalisasi dalam dunia dakwah sangat dirasakan dampaknya. Banyak kasus yang muncul, misalnya pergaulan bebas (free seks), masalah miras, narkoba, zat adiktif dan lain-lain, dikarenakan sebuah pemujaan terhadap kebebasan pribadi yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama. Sehingga dampaknya ternyata bukan hanya menimpa dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat luas. Oleh karena itu, nilai-nilai negatif tersebut haruslah dinetralisir dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam yang sangat menekankan keseimbangan kehidupan.
Sikap seorang muslim dalam menghadapi kehidupan adalah dengan tetap istiqamah dalam hidayah Allah SWT,  untuk menjalankan ajaran agama Islam secara kaffah, bukan malah menggantinya dengan kekufuran yang akan menyebabkan kerugian dirinya sendiri.
Pengaruh globalisasi terhadap dunia pada dasarnya dapat dibagi kepada tiga bagian utama, yaitu : Pertama, globalisasi politik yang dimulai dari berakhirnya perang dunia ke-II dan dimulainya perang dingin antara kekuatan-kekuatan besar di dunia untuk saling memperebutkan otoritas, pengaruh, hegemoni dan perebutan sumber ekonomi dan pasar internasional serta perang peradaban dan kultural di dunia global yang tak terbatasi lagi oleh wilayah teritorial. Maka sering dikatakan bahawa dengan berakhirnya perang dingin adalah dimulainya era globalisasi dalam arti yang sebenarnya.
  Kedua, Globalisasi Ekonomi. Menurut Jamaluddin ‘Atiyah, yang dimaksud dengan globalisasi di bidang ekonomi ialah menyatukan seluruh dunia kepada satu pasar bebas (free market) atau pemindahan kepemilikan umum dan perseroan-perseroan kepemilikan khusus untuk mengurangi pengawasan dan campur tangan pemerintah dalam negeri. Dengan tatanan ekonomi baru yang oleh dunia Barat disebut dengan globalisasi atau pasar besar, mereka menjanjikan dunia dimana setiap orang menjadi pintar dan kaya. Kenyataan yang terjadi adalah negara-negara maju dengan perusahaan-perusahaan besarnya menjadikan tatanan ekonomi baru yang disebut dengan globalisasi atau pasar bebas sebagai penjajahan model baru. corporate greed (kerakusan perusahaan besar) menjadi sinonim bagi profit, sedangkan “globalisasi” menjadi sinonim untuk cara-cara kapitalisme internasional menindas umat manusia.
Ketiga, Globalisasi  Sosial dan Budaya. Pengaruh globalisasi telah masuk kedalam seluruh kehidupan masyarakat, serta menghilangkan sekat-sekat geografis antara satu negara dengan negara yang lain, antara satu budaya dengan budaya yang lain. Dengan menggunakan istilah “kebudayaan internasional” atau “modernisme”, Barat yang dimotori oleh Eropa dan Amerika secara gigih mengekspor kebudayaan mereka ke belahan dunia yang lain, khususnya Islam. Dengan isu globalisasi ini, Barat ingin mewajibkan model, pemikiran, perilaku, nilai, gaya dan pola konsumsinya terhadap bangsa lain.
            Akhir al-kalam. Mencermati problematika atau persoalan dakwah yang telah dibahas di muka, dan mengamati praktek serta strategi dakwah Rasulullah SAW., agaknya cukup jelas untuk ditengarai bagaimana seharusnya arah serta strategi pengembangan dakwah saat ini.Tantangan dakwah di era informasi di abad 21 ini cukup kompleks, seperti tarikan kepada munkaraat yang dikemas dengan teknologi informasi yang begitu gencar dan efektif. Tugas dakwah berarti mewarisi tugas dan fungsi mulia para Nabi dan Rasul tersebut. Oleh karena itu, strategi pengembangan dakwah dan da’i bukan hanya diarahkan kepada hal-hal tersebut di atas. Da’i harus dibekali pula dengan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi, dukungan kekuasaan dengan segala aspeknya, dan kemampuan melakukan pedekatan terhadap obyek dakwah, dengan konsep-konsep yang solutip yang hadapi masyarakat modern.
Untuk mengantisipasi trend masyarakat modern harus dapat mempersiapkan materi-materi dakwah yang lebih mengarah pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan masyarakat. Oleh karena itu, maka seluruh komponen dan segenap aspek yang menentukan atas keberhasilan dakwah harus ditata secara professional dan disesuaikan dengan kondisi mad’u agar dapat menghasilkan kemasan dakwah yang benar-benar mampu memperbaiki dan maningkatkan semangat dan kesadaran yang tulus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam.
Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh da’i  dalam memfilter trend masyarakat global yang negatif,  seiring dengan perkembangan dan trend masyarakat dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu  pertama,  perlu adanya konsep dan strategi dakwah yang tepat untuk membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui pengefektifan peran dan fungsi nilai-nilai dasar agama, karena dengan dasar agama yang kuat dapat dijadikan filter pertama dan utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, kedua,  mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi positif yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran Islam yang menanamkan nilai-nilai baik dan suci, ketiga,  perlu adanya dukungan dan keikutsertakan yang kuat semua lapisan masyarakat untuk menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat manfaat dan  bergunanya nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan keempat,  kesiapan dan kematangan intelektual serta emosional setiap  yang menerima message baru, apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri dan lingkungannya.
            Untuk meraih keberhasilan dakwah di era globalisasi, maka diperlukan da’i yang memiliki profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen tauhid, istiqamah dan jujur, memiliki visi yang jelas, memiliki wawasan keislaman, memiliki kemampuan memadukan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah bi al-hal, sesuai anatar ucapan  dengan perbuatan, berdiri di atas semua paham dan aliran, berpikir strategis, memiliki kemampuan analisis interdisipliner, kemahiran berbicara sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat. Wa-Allahu ’Alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar