Dimensi dan Sistematika Dakwah Islam
Oleh: Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis: Dosen UIN Bandung dan STID Sirnarasa Ciamis)
Pendahuluan
Barangsiapa
diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah mengubahnya dengan tangannya,
jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka dengan hatinya, dan
yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim).
Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang memerintahkan umatnya
untuk mengajak umat manusia, supaya beriman, beramal, dan berkarya sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Pelaksanaan dakwah sampai hari ini, belum dikelola
dan dimanaj secara professional dan terukur. Disisi lain, dakwah
ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab semua umat Islam yang mukallaf, laki-laki
dan perempuan, ulama dan intelek, aktivis dan politisi, hartawan dan dermawan
dimanapun dan kapanpun sesuai dengan kapasitas, kemampuan dan kompetensinya
masing-masing. Ulama dan intelek
berdakwah dengan ilmu dan pemikirannya. Aktivis dan politisi berdakwah
gerakan dan jabatanya. Hartawan dan dermawan berdakwah dengan hartanya. Hal ini
sesuai dengan sabda Nabi SAW.
Barangsiapa
diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah mengubahnya dengan tangannya,
jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka dengan hatinya, dan
yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim).
Dakwah merupakan tugas yang terhormat dan mulia, karena hal itu
merupakan titah Allah dan Rasulnya. Dan dakwah juga merupakan usaha
merekontruksi masyarakat melalui kegaiatan sosialisasi dan pelembagaan Islam,
baik secara lisan (bi al-khithabah), tulisan (bi al-kitabah)
maupun dengan perbuatan (bi al-hal). Kegiatan tersebut harus dilakukan
dengan terrencana, terprogram, terorganisir dan sistematis.
Dakwah dalam praktiknya merupakan kegiatan yang sudah cukup
tua, yaitu sejak adanya tugas dan fungsi yang harus demban manusia di
belantara kehidupan ini. Oleh sebab itu,
eksistensi dakwah tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun, karena kegiatan
dakwah sebagai proses penyelamatan umat manusia dari berbagai persoalan manusia
yang merugikan kehidupannya, meruapan bagian dari tugas dan fungsi manusia yang
sudah direncanakan sejak awal penciptaan manusia sebagai khalifah fi al-ardh
(khalifah di muka bumi).
Dakwah dalam implementasinya, merupakan kerja dan karya besar
manusia, baik secara personal maupun kelompok yang dipersembahkan untuk Tuhan
dan sesamanya adalah kerja sadar dalam rangka menegakkan keadilan, meningkatkan
kesejahteraan, menyuburkan persamaan, dan mencapai kebahagian atas dasar ridha
Allah SWT. Dengan demikian, baik secara teologis maupun sosiologis dakwah akan
tetap ada selama umat manusia masih ada dan selama Islam masih menjadi agama manusia.
Secara teologis, dakwah merupakan bagian dari tugas suci (ibadah)
bagi umat Islam. Kemudian secara sosiologis, kegiatan dakwah apapun bentuk dan
konteksnya akan dibutuhkan dan mewujudkan keshalehan individual dan keshalehan
sosial, yaitu pribadi yang memiliki kasih sayang terhadap sesamanya dan
mewujudkan tatanan masyarakat marhamah yang dilandasi oleh kebenaran tauhid,
persamaan derajat, semangat persaudaraan, kesadaran akan arti penting
kesejateraan bersama, dan penegakan keadilan di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Jika ditinjau dari
segi tingkatannya bahwa dakwah terbagi pada tiga bagian, yaitu dakwah Ilahiyah,
dakwah risalah dan dakwah riwayah. Adapun ketiga bentuk dakwah
tersebut akan diuraian sebagai berikut;
Pertama, dakwah Ilahiyah, yakni proses
pewahyuan (al-Quan) dari Allah SWT. melalui Malaikat Jibril as. kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai pedoman dan petunjuk
bagi manusia. Dengan kata lain, bahwa Allah telah menginformasikan dan
memerintahkan (melalui firman-Nya, yaitu al-Quran) kepada Nabi Muhammad SAW, untuk
menyeru dan mengajak umat manusia di muka bumi kepada jalan Allah (Islam).
Secara
garis besarnya isi kandungan al-Quran adalah berupa perintah dan larangan.
Misalnya perintah shalat, zakat, puasa Ramadhan dan lain-lain. dan bentuk
larangan, seperti larangan minum khamar, berjudi, perpecahan umat, sombong,
gibah dan lain-lain. Perintah
Allah kepada Nabi Muhammad untuk beriman dan beribadah adalah hanya kepada
kepada Allah semata, tidak pada yang selain-Nya. Dan memang, jika Nabi Muhammad berharap kepada sesama
makhluk untuk berbuat baik dan menyembahnya, sungguh yang didapati hanyalah sia-sia
dan kekecewaan, karena perbuatan tersebut sangat dilarang oleh Allah, merupakan
perbuatan musyrik. Sedangkan larangan-Nya adalah agar umat manusia tidak boleh
berkeyakinan dan menyembah selain kepada Allah, karena hal tersebut merupakan
perbuatan musyrik (menyekutukan Allah).
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa
ayat dari sebuah surat atau sebuah surat yang pendek secara lengkap. Dan
penyampaian Al-Qur’an secara keseluruhan memakan waktu lebih kurang 23 tahun,
yakni 13 tahun waktu nabi masih tingggal di Makkah sebelum hijrah dan 10 tahun
waktu nabi hijrah ke Madinah. Selain itu itu juga, agar Nabi Muhammad SAW akan
lebih mudah untuk menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Sedangkan
permulaan turunya Al-Qur’an adalah pada malam Lailatul Qadar,
tanggal 17 Ramadhan pada waktu Nabi telah berusia 41 tahun bertepatan
tanggal 6 Agustus 610 M, sewaktu beliau sedang berkhalwat (meditasi ) di dalam
gua hira’ di atas Jabal Nur. Ayat yang pertama kali turun adalah surah Al-Alaq
ayat 1-5. Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril
sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro
pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al
alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir al-Qu'an turun yakni pada tanggal
9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah al-Maidah ayat 3.
Al-Quran
sebagai firman atau wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara
melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia untuk
setiap masa, bangsa dan Negara atau lokal, nasional dan internasional. Al-Quran
adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab Taurat, Zabur dan
Injil yang diturunkan melalui para Nabi dan Rasul Allah. Syaikh Abu
Utsman berkata, ‘Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an
adalah kalamullah (firman Allah), bukan makhluk-Nya, Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan kepada
segenap pilihan-Nya (Nabi dan Rasul). Barangsiapa yang mengatakan dan
berkeyakinan bahwa ia (Al-Quran) adalah makhluk maka hukumnya kafir Al-Qur’an
merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah
dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu sebagai peringatan dan kabar
gembira.
Secara garis besarnya, isi pokok kandungan al-Quran
sebagai berikut:
1.
Tauhid
(aqidah dan keimanan terhadap rukun iman yang enam)
2.
Ibadah
(pengabdian dan penyembahan hanya terhadap
Allah SWT)
3.
Akhlak
(akhlak terhadap Allah SWT,
sesama manusia dan makhluk lain)
4.
Hukum
(aturan untuk manusia, baik urusan pribadi, keluarga, dan masyarakat)
5.
Janji
(al-wa’du) dan Ancaman (Waa’id) (reward
dan punishment bagi manusia)
6.
Sejarah (sebagai ibrah dari kejadian di
masa lampau)
Nabi Muhammad SAW yang selalu
mendapat bimbingan Allah SWT dalam menjalankan tugas dakwahnya, menyadari betul
bahwa kunci perubahan terletak pada kekokohan keyakinan. Tanpa keyakinan orang
akan bimbang dan hidup tanpa arah sehingga setiap langkahnya selalu diliputi
keraguan. Dengan kata lain, keyakinan inilah yang menjadi kekuatan setiap amal
dan tidak ada amal yang sempurna kecuali berangkat dari keyakinan yang
sempurna. Itu sebabnya di masa permulaan dakwah, Nabi SAW secara terus menerus
membina aqidah umat Islam. Hal ini bersesuaian dengan tema ayat-ayat Makiyyah
yang diturunkan pada fase pertama dakwah, yaitu saat umat Islam belum melakukan
hijrah ke Madinah, dimana kebanyakan ayat-ayat yang turun itu merupakan
ayat-ayat tentang aqidah atau tauhid yang membahas tentang kewajiban hanya
beribadah kepada Allah, bukti tentang kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW, hari
pembalasan, surga, dan neraka. Sedangkan pada fase kedua, yaitu sesudah hijrah,
ayat-ayat Qur’an cenderung lebih banyak membahas tentang kewajiban dan larangan
seperti masalah ibadah, muamalah, keluarga, warisan, jihad, dan lain-lain.
Kedua, dakwah risalah, yakni dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk mengajak umat manusia kepada jalan Allah (Islam).
Setelah Nabi Muhammad SAW menerima
wahyu, maka secara resmi beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT.
Beliau mempunyai kewajiban untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan
untuk menuju jalan yang lurus. Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah
Makkah di jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk
seluruh umat manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya
Allah SWT juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua
utusan Allah ini telah berhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah
menjadi orang yang beriman dan hanya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan
keduanya juga diperintah Allah SWT untuk membangun kiblat umat Islam, yaitu Ka’bah
al-Mukarramah di Makkah. Namun sesuai dengan perjalanan waktu, keimanan dan
kepercayaan masyarakat Makkah saat itu menjadi luntur dan berubah menjadi kemusyrikan
dengan menyembah patung dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami kerusakan
dalam masalah aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.Oleh karenannya,
menyempurnakan akhlak manusia merupakan tugas dan misi utama beliau di muka
bumi ini.
Agama Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ketika beliau berhalwat di Gua Hira. Setelah mendapat perintah Allah, kemudian Nabi Muhammad
mengembangkan misi dakwahnya untuk menyelamatkan kaumnya dan seluruh umat
manusia dari kedzaliman, kebodohan dan ketertindasan atau kesewenang-wenang.
Amanat itu dilaksanakan oleh beliau secara konsisten dan konsekwen. Tahap awal
dakwah beliau dalam menyampaikan ajaran Islam kepada keluarga terdekat, sahabat
dan selanjutnya terhadap masyarakat umum. Dalam melaksanakan misi dakwah ini, Nabi Muhammad SAW banyak menghadapi tantangan dan hambatan yang tidak ringan. Begitu besar dan derasnya perlawanan masyarakat kafir
Quraisy, Pada akhirnya, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk berhijrah. Hal itu dilakukan untuk memberikan perlindungan dan keselamatan kepada Nabi dan para pengikutnya. Sehingga usahanya ini berhasil terutama ketika hijrah ke Madinah. Di
Madinah, Islam berkembang dengan
signifikan, baik dari sisi ajaran Islam, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan
sebagainya. Adapun manfaat yang dapat kita ambil dari dakwah Nabi Muhammad Saw.
yaitu: Iman kepada Allah SWT, rasa tanggungjawab dan cita-cita yang mulia untuk
berdakwah serta ketabahan dan keteguhan
hati (bersabar).
Islam adalah agama dakwah, yang
artinya senantiasa aktif menyeru manusia agar mengikuti jalan yang lurus sesuai
yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Masyarakat yang bodoh (jahil)
seringkali tidak mengerti mengapa mereka harus belajar dan mengubah keyakinan
yang selama ini mereka pegang. Kebodohan membuat mereka tidak menyadari betapa
pentingnya ilmu. Itu sebabnya orang bodoh sulit keluar dari lingkaran kebodohan
kecuali jika dibantu oleh kehadiran orang-orang yang secara intensif menasihati
dan mengajarkan mereka tentang kebenaran. Itulah gunanya Allah menurunkan para
nabi agar manusia mendapat peringatan tentang jalan yang benar dan yang salah.
Disamping itu keaktifan seorang da‘i juga akan membantu menyempurnakan
informasi yang kurang, sehingga dapat mengokohkan pendirian mereka yang masih
ragu, menambah semangat bagi yang malas, serta membentengi diri dari
suara-suara yang bertentangan dengan kebenaran. Inilah makna penting dari
firman Allah :
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa
kemuliaan manusia bukan diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh,
kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat.
Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatan dan ketaqwaannya kepada
Allah SWT serta kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun
perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal pada saat itu, masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan,
kesuku dan kekabilahanya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang
antar satu suku dengan suku yang lainnya, agar kabilah menjadi yang paling
terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan
kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa
menjadi mulia dan terhormat. Setelah diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW
memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang
memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal perilaku
masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang lain,, mereka
semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap budak-budak mereka.
Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad SAW untuk membina manusia agar berakhlak
mulia ketika kondisi akhlaknya sudah buruk. Namun semua itu dilakukan beliau
dengan penuh kesabaran dan dengan cara memberi teladan. Oleh karena itu seorang da‘i
hendaknya aktif mendatangi masyarakat sebagaimana telah dicontohkan Nabi
Muhammad SAW. Beliau mendatangi dan mendakwahi setiap kabilah tanpa terkecuali.
Beliau juga mengunjungi tempat-tempat keramaian seperti di bukit Shafa atau di
sekitaran Ka’bah. Musim Haji merupakan waktu yang ditunggu-tunggu karena pada
waktu ini banyak peziarah yang datang mengunjungi Mekah untuk menunaikan Haji.
Beliau juga ada kalanya keluar kota mengunjungi tempat lain untuk seperti Thaif
untuk berdakwah. Terkadang juga beliau tidak mengunjungi langsung, tetapi
meminta sahabat untuk menggantikan beliau seperti Mush’ab bin Umair yang beliau
utus ke Yatsrib untuk mengajar penduduk kota tersebut. Setiap kali berkumpul
dengan sahabat beliau selalu menjadikan kesempatan itu untuk menyampaikan
nasihat. Pendeknya, dalam setiap kesempatan dan tempat beliau terus senantiasa
mengingatkan manusia tentang kebenaran dan mengajar mereka ilmu pengetahuan.
Ketika
Rasulullah s.a.w. berdakwah di Makkah pertama kali, sejarah mencatat bahwa
model dakwah yang beliau lakukan adalah dengan cara sembunyi-sembunyi, yang hal
itu berlangsung semenjak turunnya wahyu pertama kali hingga masuk Islamnya Umar
bin Khaththab. Setelah Umar masuk Islam, maka fase dakwah berubah menjadi
terang-terangan. Inilah yang disebut dengan dakwah ‘sirriyyah (sembunyi-sembunyi)
dan ‘alaniyyah’ (terbuka) sebagai fase dakwahnya. Sedangkan dakwah sirriyyah dan ‘alaniyyah sebagai sub fase dakwah” dapat terjadi di
semua fase dakwah. Ini lebih tepat dianggap sebagai strategi perjuangan dakwah.
Misalnya adalah penugasan-penugasan yang diberikan Rasul SAW kepada beberapa
sahabatnya di fase pembentukan negara (dauly) setelah berdirinya Negara
Madinah, untuk kepentingan dakwah. Misalnya Nabi mengutus Hudzaifah bin
Yaman yang ditugasi menerobos barisan musuh secara sembunyi (sirriyyah) dan
tidak perlu membuat kegaduhan di sana. Contoh lain adalah masuk islamnya
Abdullah bin Salam (tokoh Yahudi). Ada pula seorang sahabat yang menyembunyikan
keislaman dari kaumnya, untuk melakukan misi adu domba agar mereka tidak
menyerang umat Islam.
Ketiga, dakwah riwayah, yakni dakwah yang dilakukan semua umat
Islam sesuai dengan kafasitas dan kemampuan masing-masing, yang berlandasnya
al-Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW.
Di era globalisasi seperti
sekarang ini, kemajuan sains dan teknologi yang bersuber paham sekuler, seakan
tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut bangsa dan negara di seluruh dunia ini. Era globalisasi ini menghendaki setiap individu,
masyarakat dan bahkan negara harus mampu berkompetisi (bersaing) satu sama lain.
Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi kalau kita cermati, cenderung
berpotensi pada dampak serta berpengaruh yang negatif, selain ada juga yang positif. Pengaruh yang
ada dari globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan
pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi.
Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan
menarik gerbong-gerbongnya yang berisi pemikiran, kebudayaan, perekonomian dan
perpolitikan masyarakat dunia.
Ada beberapa dampak
negatif globalisasi yang digulirkan oleh dunia Barat (sekuler) yang rawan
mempengaruhi kehidupan masyarakat muslim, dan sekaligus menjadi tantangan
dakwah di masa depan, yaitu, pertama, adalah kecenderungan maddiyyah (materialisme)
yang selalu kuat pada zaman sekarang ini. Kedua, adanya proses
atomisasi, individualistis. Kehidupan kolektif, kebersamaan, gotong royong, yang
merupakan budaya positif di tanah air, telah
diganti dengan semangat individualisme yang kuat. Ketiga, sekulerisme yang
senantiasa memisahkan kehidupan agama dengan urusan masyarakat, karena agama
dinilai hanya persoalan privat atau individu semata. Dan keempat,
munculnya relativitas norma-norma etika, moral, dan akhlak. Sehingga dalam
suatu konteks masyarakat yang dianggap tabu bisa saja dalam konteks masyarakat
yang lain dianggap boleh.
Orang orang yang demikian kata Ali Syari'ati sebagaimana yang dikutip oleh Ari
Ginanjar Agustian mengatakan bahwa bahaya yang paling besar yang dihadapi oleh
umat manusia zaman sekarang ini bukanlah kedsyatan bom atom, tetapi perubahan
fitrah. Unsur
kemanusiaan dalam dirinya sedang mengalami kehancuran sedemikian cepat, inilah
mesin-mesin berbentuk manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan
kehendak alam yang fitrah.
Dampak globalisasi dalam
dunia dakwah sangat dirasakan dampaknya. Banyak kasus yang muncul, misalnya
pergaulan bebas (free seks), masalah miras, narkoba, zat adiktif dan lain-lain,
dikarenakan sebuah pemujaan terhadap kebebasan pribadi yang tidak lagi
mengindahkan nilai-nilai agama. Sehingga dampaknya ternyata bukan hanya menimpa
dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat luas. Oleh karena itu,
nilai-nilai negatif tersebut haruslah dinetralisir dengan nilai-nilai luhur
ajaran Islam yang sangat menekankan keseimbangan kehidupan.
Sikap seorang muslim dalam
menghadapi kehidupan adalah dengan tetap istiqamah dalam hidayah Allah SWT, untuk menjalankan ajaran agama Islam secara kaffah,
bukan malah menggantinya dengan kekufuran yang akan menyebabkan kerugian
dirinya sendiri.
Pengaruh
globalisasi terhadap dunia pada
dasarnya dapat dibagi kepada tiga bagian utama, yaitu : Pertama, globalisasi
politik yang dimulai dari berakhirnya perang dunia ke-II dan dimulainya
perang dingin antara kekuatan-kekuatan besar di dunia untuk saling
memperebutkan otoritas, pengaruh, hegemoni dan perebutan sumber ekonomi dan
pasar internasional serta perang peradaban dan kultural di dunia global yang
tak terbatasi lagi oleh wilayah teritorial. Maka sering dikatakan bahawa dengan berakhirnya perang
dingin adalah dimulainya era globalisasi dalam arti yang sebenarnya.
Kedua, Globalisasi Ekonomi. Menurut
Jamaluddin ‘Atiyah, yang dimaksud dengan globalisasi di bidang ekonomi
ialah menyatukan seluruh dunia kepada satu pasar bebas (free market)
atau pemindahan kepemilikan umum dan perseroan-perseroan kepemilikan khusus
untuk mengurangi pengawasan dan campur tangan pemerintah dalam negeri. Dengan
tatanan ekonomi baru yang oleh dunia Barat disebut dengan globalisasi atau
pasar besar, mereka menjanjikan dunia dimana setiap orang menjadi pintar dan
kaya. Kenyataan yang terjadi adalah negara-negara maju dengan
perusahaan-perusahaan besarnya menjadikan tatanan ekonomi baru yang disebut
dengan globalisasi atau pasar bebas sebagai penjajahan model baru. corporate
greed (kerakusan perusahaan besar) menjadi sinonim bagi profit, sedangkan
“globalisasi” menjadi sinonim untuk cara-cara kapitalisme internasional
menindas umat manusia.
Ketiga, Globalisasi Sosial dan Budaya. Pengaruh
globalisasi telah masuk kedalam seluruh kehidupan masyarakat, serta menghilangkan sekat-sekat geografis antara satu negara dengan negara
yang lain, antara satu budaya dengan budaya yang lain. Dengan
menggunakan istilah
“kebudayaan internasional” atau “modernisme”, Barat yang dimotori oleh Eropa
dan Amerika secara gigih mengekspor kebudayaan mereka ke belahan dunia yang
lain, khususnya Islam. Dengan isu
globalisasi ini, Barat ingin mewajibkan model, pemikiran, perilaku, nilai, gaya
dan pola konsumsinya terhadap bangsa lain.
Akhir
al-kalam. Mencermati problematika atau persoalan dakwah yang telah dibahas
di muka, dan mengamati praktek serta strategi dakwah Rasulullah SAW., agaknya
cukup jelas untuk ditengarai bagaimana seharusnya arah serta strategi
pengembangan dakwah saat ini.Tantangan dakwah di era informasi di abad 21 ini
cukup kompleks, seperti tarikan kepada munkaraat yang dikemas dengan teknologi
informasi yang begitu gencar dan efektif. Tugas dakwah berarti mewarisi tugas
dan fungsi mulia para Nabi dan Rasul tersebut. Oleh karena itu, strategi
pengembangan dakwah dan da’i bukan hanya diarahkan kepada hal-hal tersebut di
atas. Da’i harus dibekali pula dengan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi
informasi, dukungan kekuasaan dengan segala aspeknya, dan kemampuan melakukan
pedekatan terhadap obyek dakwah, dengan konsep-konsep yang solutip yang hadapi
masyarakat modern.
Untuk
mengantisipasi trend masyarakat modern harus dapat mempersiapkan materi-materi
dakwah yang lebih mengarah pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan masyarakat. Oleh karena itu,
maka seluruh komponen dan segenap aspek yang menentukan atas keberhasilan
dakwah harus ditata secara professional dan disesuaikan dengan kondisi mad’u
agar dapat menghasilkan kemasan dakwah yang benar-benar mampu memperbaiki dan
maningkatkan semangat dan kesadaran yang tulus dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai ajaran Islam.
Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh da’i
dalam memfilter trend masyarakat global yang negatif, seiring
dengan perkembangan dan trend masyarakat dunia serta masalah manusia yang
semakin kompleks, yaitu pertama, perlu adanya konsep dan strategi dakwah yang
tepat untuk membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui pengefektifan peran
dan fungsi nilai-nilai dasar agama, karena dengan dasar agama yang kuat dapat
dijadikan filter pertama dan utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, kedua, mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat
melestarikan tradisi positif yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham
dan ajaran Islam yang menanamkan nilai-nilai baik dan suci, ketiga, perlu adanya dukungan dan keikutsertakan yang
kuat semua lapisan masyarakat untuk menciptakan dan memiliki komitmen yang sama
dalam melihat manfaat dan bergunanya
nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan keempat, kesiapan dan kematangan intelektual serta
emosional setiap yang menerima message
baru, apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri
dan lingkungannya.
Untuk
meraih keberhasilan dakwah di era globalisasi, maka diperlukan da’i yang
memiliki profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen tauhid, istiqamah dan
jujur, memiliki visi yang jelas, memiliki wawasan keislaman, memiliki kemampuan
memadukan antara dakwah bi al-lisan dengan dakwah bi al-hal,
sesuai anatar ucapan dengan perbuatan,
berdiri di atas semua paham dan aliran, berpikir strategis, memiliki kemampuan
analisis interdisipliner, kemahiran berbicara sesuai dengan tingkat kemampuan
masyarakat. Wa-Allahu ’Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar