Kamis, 12 Mei 2016

Model Pengembangan Manajemen Dakwah IJABI



PENGEMBANGAN MANAJEMEN DAKWAH
DI LINGKUNGAN  IKATAN JEMA’AH AHLUL BAIT INDONESIA (IJABI)
Ahmad Gojin,
Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Sirnarasa Ciamis-Jawa Barat
Ciceuri-Panjalu-Ciamis-Jawa Barat
Email: ahmadgojin72@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengembangan manajemen dakwah Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung. Kegunaan penelitian ini dimaksudkan untuk memberi informasi dan bahan pemikiran akademisi dakwah dan masyarakat luas mengenai pengembangan manajemen dakwah Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung.
Penelitian berangkat dari suatu landasan teoritis pengembangan manajemen dakwah dalam suatu lembaga atau organisasi dakwah sangat penting adanya, baik yang berkaitan dengan penguasaan dan pengetahuan tentang manajemen, manajemen dakwah, dan pengorganisasian dakwah. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah Deskritif analitik. Metode ini digunakan untuk membantu menemukan pemecahan masalah dengan kenyataan pada penomena-penomena yang terjadi dan untuk menemukan pemecahannya dengan menganalisis dan menginterpretasikan data-data tentang pengembangan manajemen dakwah Ikatan Jamaah Ahul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung. Teknik penelitian yang dilakukan dengan cara Observasi, Wawancara, dan Studi Pustaka mengenai manajemen dakwah. Data yang diperoleh dianalisis  dengan beberapa tahapan, yaitu  mengumpulkan data tentang pola dan Program, Metode dan pelaksanaan, faktor pendukung dan penghambat, serta tingkat keberhasilan dakwah Ikatan Jama’ah Ahlu Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung,  kemudian diklasifikasi dan dihubungkan antara satu sama lain guna menghasilkan suatu kesimpulan.
Data yang ditemukan menunjukan bahwa pengembangan manajemen dakwah yang telah dan sedang dilakukan adalah pengembangan sosial keagamaan, ekonomi umat, pendidikan dan pelatihan, dan sumberdaya dan kaderisasi. Dengan faktor pendukung yang dimiliki, pelaksanaan dakwah dapat berjalan sesuai dengan program dan tujuan organisasi. Walaupun terdapat beberapa faktor penghambat yang dihadapinya seperti aspek finansial dan keterbatasan sumber daya manusia. Realitas hasil dakwahnya apabila ditnjau segi kuantitatif dan kualitatif sangat baik dan berhasil.
Secara umum keberhasilan dakwah IJABI Kota Bandung diantaranya,  pertama, keberadaan organisasi dan pengurus masih eksis hingga saat sekarang. Kedua,  pengurus anggota dan jama’ah secara kontinyu melaksanakan dakwah terhadap masyarakat Kota Bandung dan masyarakat di luar Kota Bandung. Ketiga, anggota dan jama’ah yang tergabung dalam organisasi ini cukup signifikan.
Kata Kunci: Pengembangan, Manajemen, Dakwah

PENDAHULUAN
Al-Quran telah menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi ini atau mahluk Tuhan yang bertugas mengelola kehidupan dunia sesuai dengan kehendak-Nya. Manusia muslim memmpunyai tugas yang dinamis dan kreatif untuk mengemban tugas kekhalifahan tersebut dibekali dengan agama, rasio, dan amanah (free will), manusia muslim dihadapkan pada kemampuan memecahkan masalah (problem solver) terhadap masalah-masalah yang ia hadapidengan meruju pada al-quran dan sunah sebagai paradigma atau sebagai term of referen-nya.
Dalam tugas kekhalifahanya itu, dakwah menjadi bagian yang subtansial, karena pembangunan manusia dan masyarakat pada umumnya sebagaimana dikehendaki Allah sebagai pemilik kehidupan hanya dapat terselenggara jika secara individu maupun kolektif, manusia dan masyarakat bersedia menyambut dakwah ila Allah dan menebarkan perbuatan yang ma’ruf (amal saleh) (Asep Muhyidin, penyunting Aep Kusnawan, 2004: 29).1
            Islam adalah agama Dakwah. Yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia. Sebagai rahmat bagi seluruh alam, Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan umat manusia, bilamana ajaran Islam yang mencakup segenap aspek kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Usaha untuk menyebarluaskan Islam, begitu pula untuk merealisasikan ajarannya di tengah-tengah kehidupan umat manusia adalah merupakan usaha dakwah, yang dalam keadaan bagaimana pun dan dimanapun harus dilaksanakan oleh umat Islam.
Penyelenggaraan dakwah Islam, terutama di masa depan akan semakin bertambah berat  dan kompleks. Hal ini disebabkan masalah yang dihadapi dalam dakwah semakin berkembang dan kompleks pula (A. Wahab Suneth dan Syafrudin Djosan, 2000:15)2.
_________________
 1Asep Muhyidin. Peny. Aep Kusnawan. 2004. Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Dalam Aspek). hal. 29.
2 A. Wahab Suneth dan Syafrudin Djosan. 2000. Jakarta. Problematika Dakwah Dalam Indonesia Baru.Bina Rena Pariwara. Hal. 15.  
Menurut pendapat Hamzah Yakub (1992: 21) 3,   bahwa berdakwah , melaksanakan amar makruf dan nahi munkar, adalah salah satu kewajiban setiap muslim dimanapun mereka berada menurut kemampuanya. Juga merupakan kewajiban umat secara keseluruhan, Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 104:  
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” .
Menurut pendapat Quraish Shihab (1995: 194) 4 bahwa dakwah merupakan bagian yang pasti ada dalam kehidupan umat beragama. Dalam ajaran Islam, ia merupakan kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya, baik yang sudah menganut maupun yang belum. Sehingga dengan demikian, dakwah bukanlah semata-mata timbul dari pribadi atau golongan, mapun setidak-tidaknya harus ada segolongan (thai’fah) yang melaksanakanya terwujudnya  tatanan khaira ummah. Entitas muslim adalah umat pilihan yang mendapat perkenan dari Allah SWT.
Dalam kontek membawa kebenaran (al-haq), sebagaimana pesan Al-QurSan :
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar …….. (QS. Ali Imran: 110).
Sebagai khairul ummah, setiap manusia muslim terikat oleh komitmen kemusliman yang salah satunya ialah menyoal konsistensi sikap kemusliman terhadap janji yang diikrarkan, yang dipersaksikan oleh Allah SWT. Di mana yang terpenting yaitu memelihara Agama Allah dinul Islam di atas bumi ini.  Secara substansial-filosofis, dakwah adalah segala rekayasa dan rekadaya untuk mengubah segala bentuk penyembahan pada selain Allah kepada keyakinan tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang lurus yang penuh dengan ketenangan batin dan kesejahteraan lahir berdasarkan nilai-nilai Islam.  
___________________
3 Hamzah Yakub.1992. Pulisistik Islam,  Bandung, Diponegoro. hal. 21.
4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1995, hal. 194.

Dakwah tidak dimaksudkan untuk mencoba mengubah masyarakat, tetapi menciptakan suatu kesempatan hingga masyarakat akan sanggup mengubah dirinya sendiri. Kini semakin jelas bahwa kesadaran kritis dalam memahami masalah dan menemukan alternative jawabanya adalah tugas utama dakwah. Dalam konteks ini, da’i yang dibutuhkan adalah da’I partisipasif, yakni da’i yang mampu menciptakan dialog-dialog konsepsual, yang memberikan kesempatan kepada umat untuk menyatakan pandanmgannya, merencanakan dan mengevaluasi perubahan sosial yang mereka kehendaki, serta bersama menikmati hasil proses dakwah tersebut ( A. Rasyad Sholeh: 1997:77) 5.
Pada halaman lain Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei (2001: 180)6  mengatakan bahwa dakwah semestinya merupakan suatu proses dialog untuk membangkitkan kesadaran bahwa, sebagai makhluk kretif, masyarakat memiliki potensi, bahwa mereka diciptakan oleh Allah untuk berkemampuan mengelola diri dan lingkungannya. Dengan pola seperti ini, esensi dakwah tidak dimaksudkan untuk mencoba mengubah masyarakat, tetapi menciptakan suatu kesempatan hingga masyarakat akan sanggup mengubah dirinya sendiri.
Kini semakin jelas bahwa kesadaran kritis dalam memahami masalah dan menemukan alternative jawabanya adalah tugas utama dakwah.  Dalam konteks ini, da’i yang dibutuhkan adalah da’i partisipasif, yakni da’i yang mampu menciptakan dialog-dialog konsepsual, yang memberikan kesempatan kepada umat untuk menyatakan pandanmgannya, merencanakan dan mengevaluasi perubahan sosial yang mereka kehendaki, serta bersama menikmati hasil proses dakwah tersebut.
Setiap orang yang menjalankan aktivitas dakwah, hendaknya memilih kepribadian yang baik sebagai seorang da’i. sebab kata Hamka,  “jayanya atau suksesnya suatu dakwah memang sangat bergantung kepada kepribadian dari pembawa dakwah itu sendiri, yang sekarang lebih popular kita sebut da’i”.
_________________
 5 A. Rasyad Sholeh. 1997. Menejemen Dakwah Islam. Bandung. Bulan Bintang.hal.77.
 6 Nani Manchendrawaty dan Agus A. Safei, Pengembangan Masyarakat Islam. hal. 180.

Menurut pendapat Asmuni Syukir dalam halaman yang lain (1983: 20) 7, bahwa istilah dakwah itu, dapat diartikan dari dua segi, atau dua sudut pandang, yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan. Pembinaan artinyasuatu kegiatan untuk mempertahankan dan menyempurnakan sesuatuhal yang telah ada sebelumnya. Sedangkan pengembangan berarti suatu kegiatan yang kepada pembaharuan atau mengadakan sesuatu hal yang belum ada.
Dengan demikian pengertian dakwah yang bersifat pembinaan adalah suatu usaha mempertahankan, melestarikan dan memyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada Allah, dengan menjalankan syariat-Nya, sehingga mereka menjadi manusia yang hidup di dunia maupun di akhirat.
Dengan demikian pengertian dakwah yang bersifat pembinaan adalah suatu usaha mempertahankan, melestarikan dan memyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada Allah, dengan menjalankan syariat-Nya, sehingga mereka menjadi manusia yang hidup di dunia maupun di akhirat.
Sedangkan pengertian dakwah yang bersifat pengembangan adalah usaha mengajak umat manusia yang belum beriman kepada Allah SWT agar mentaati syariat Islam (memeluk Agama Islam) supaya nanti dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat.
Nilai-nilai Islam itu pada hakikatnya adalah kumpulan dari prinsip-prinsip hidup, ajaran-ajaran bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupan didunia ini, yang satu prinsip dengan yang lainnya saling terkait membentuk satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan. Jangan dikira bahwa ada satu nilai yang berdiri sendiri. Satu nilai terkait dengan nilai lain dan membentuk apa yang di sebut sistem nilai yang kokoh dan menyatu, yakni sistem Islam.   
Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) sebagai Organisasi Kemasyarakat Islam di Indonesia relatif baru, berdiri secara resmi berdasarkan surat keterangan terdaftar Nomor 127 tahun 2000 di Departemen Dalam Negeri RI, pada Derektoral Jendral Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat.
___________________
 7 Asmuni Syukir. 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam.Surabaya. Al-Ikhlas. hal. 20.

Dan dideklarasikan pada pada tanggal 01 Juli 2000 M / 29 Rabiul Awal 1421 H, di Gedung Merdeka Asia Afrika Kota Bandung. Secara Nasional, dibeberapa daerah di Indonesia  Organisasi Kemasyarakatan Islam Ikatan Jema’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) ini sudah memiliki pengurus tingkat wilayah (propinsi) dan tingkat cabang (kabupaten dan Kota). Salah-satu tingkat cabang (IJABI) yang sudah dibentuk ialah di Kota Bandung, yang kantor atau kesekretariatannya di Jalan Gegeur Kalong Kota Bandung.
Sejak diresmikan sebagai salah-satu ormas Islam di indonesia hingga sekarang keberadaan Ikatan Jama’ah Alul Bait Indonesia (IJABI), khususnya di Kota Bandung tetap eksis dan terus melakukan dakwah, menyebarkan paham dan ajaran yang mereka yakini, serta mengajak masyarakat secara umum, khusus masyarakat Kota Bandung untuk bergabung menjadi anggota atau jama’ah pada Ormas Islam tersebut.
Sehingga dari pelaksanaan dakwah yang mereka lakukan sejak awal sampai sekarang secara bertahap mendapatkan simpati dan sambutan positif dari sebagian masyarakat Kota Bandung. Secara kuantitatif jama’ah dan anggota Ikatan Jama’ah Alul Bait Indonesia (IJABI) yang tersebar diberbagai daerah khususnya di Kota Bandung cukup signifikan.
Diantara proses dakwah yang dilakukan dalam kegiatan keagamaan, seperti Pengajian rutin bagi anggota dan jama’anya, peringatan asyura, peringatan arbain, peringatan maulid Ali, kajian Ilnu pengetahuan Agama, ibadah qurban dan yang lainnya. Dakwah yang mereka lakukan memiliki karakteristik tersendiri, yang berbeda dengan Ormas Islam  lainnya.
Elis Ratna Wulan (2008: 168)  mengutif pendapat Doran (et all, on line) bahwa “Model is mental picture that help belp us understanding something we cannot see or experience directly”. Sedangkan Briggs (Ghapur, 1982: 27) mengartikan model sebagai seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Model juga diartikan sebagai tiruan atau miniatur dari benda atau proses sebenarnya. Model ini bisa berupa benda dan bisa juga prosedur atau gambaran langkah sistematis suatu proses. Silvern (AECT, 1986: 82-83) menjelaskan “.... model adalah konseptualisasi dalam bentuk persamaan, peralatan fisik, uraian atau nalogi grafik yang menggambarkan situasi (keadaan) yang sebenarnya ..... baik merupakan keadaan apa adanya maupun keadaan yang seharusnya”. Model meskipun tidak menggambarkan sesuatu persis seperti kenyataan yang sebenarnya, namun dipandang sebagai “replikasi asli”. Semakin jelas reflikasi itu, semakin baik suatu model (Heinnich, AECT, idem). Karena model itu sebagai gambaran mental, maka akibatnya akan terdapat banyak model sesuai dengan kemampuan pembuat model dalam menuangkan suatu fenomena, baik dalam ujud miniatur, bagan, atau deskriptif langkah-langkah proses (Jurnal Istek, 2008: 168).8
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu  kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah-laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun kelompok, supaya muncul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap serta pengamalan terhadap agama sebagai materi (massage) yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.
Dengan demikian esensi dakwah adalah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), ransangan serta bimbingan terhadap orang lainuntuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi untuk kebaikan dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru dakwah atau juru penerang (da’i) (H.M. Arifin, 1994: 6).9
Berdasarkan anggapan ini, tugas para da’i dan lembaga dakwah adalah menjaga masyarakat supaya tetap berpijak pada jalan yang benar, lurus dan diridhai Allah. Dengan demikian, masyarakat ditempatkan sebagai gelas kosong yang harus diisi dengan cairan-cairan yang diduga akan membuat masyarakat sehat dan kuat.
Praktik dakwah yang umumnya berkembang di kalangan masyarakat selama ini berangkatdari  prakonsepsi bahwa dalam proses dakwah masyarakat adalah objek (mad’u) yang harus diubah dan dituntun karena kedhaifannya dan potensinya untuk berbuat jahil.                                                                                                                                               Dalam hal ini, posisi masyarakat sangat defensif dan menunggu.  Karena tugas aktif bukan bagian masyarakat, melainkan orang-orang terpilih yang umumnya disebut sebagai da’i (Slamet Muhaimin Abda: 1994:43) 10.
__________________
8 Elis Ratna Wulan, 2008,  Jurnal Istek, Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung.
9 H.M. Arifin, 1994. Psikologi Dakwah. Jakarta. Bina Aksara. hal.6.
10 Slamet Muhaimin Abda, 1994. Prinsip-Prinsip metodologi Dakwah. Surabaya. Al-Ikhlas. hal.
    43.
Menurut pendapat Abu Zahrah dalam bukunya Dakwah Islamiah, yang diterjemahkan oleh Ahmad Subandi dan Ahmad Sumpeno (1994: 155-159)11,  karena itu, seorang  da’i harus memiliki karakteristik berikut ini : Pertama, da’i  harus mempunyai prilaku yang baik, sepi                                                                                                                                                                                                                                                                                          ing pamrih,  baik materil maupun ketenaran. Akan tetapi berdakwah (mengajak) itu penuh harapan kepada Allah,  karena mereka menempati kedudukan para Nabi dalam dakwah kepada Allah dan menghadapi manusia dengan baik, hati yang tulus ikhlas, tidak mengharapkan apa-apa kecuali kepada Allah. Apa yang ada dalam hati itu akan menyambung pula kepada hati (dari hati ke hati). Seorang da’I itu harus mempunyai keyakinan bahwa dakwah itu adalah tuntunan kewajiban, bukan untuk mencari pujian pemimpin ataupun guna mendapatkan jabatan.
Sesungguhnya hati itu mempunyai hawa nafsu (amarah) serta mempunyai kelunakan dan kejernihan berpikir, maka datangilah hati itu dengan orang dapat”.
menerima hawa nafsunya atau dengan orang yang dapat menjernihkan berpikir lubuk hati itu, karena hati itu jika ditekan dan dipaksa maka ia akan buta.
dan Ketiga, da’i harus mempunyai kepribadian yang positif dan berguna, tidak memungkinkan adanya penghinaan moral, mengerti dan mengetahui akhlak (etika) yang sempurna. Dia harus mampu berbicara pada tempatnya dan membisupun pada tempatnya, sehingga diamnya menjadi keputusan hukum atau menjadi suatu kebijaksanaan. Keempat, da’i hendaknya luwes (ringan badan) siap membantu dalam pergaulan, mau menghadapi persoalan, tidak mengadakan stratifikasi sosial.  dan Ketiga, da’i harus mempunyai kepribadian yang positif dan berguna, tidak memungkinkan adanya penghinaan moral, mengerti dan mengetahui akhlak (etika) yang sempurna. Dia harus mampu berbicara pada tempatnya dan membisupun pada tempatnya, sehingga diamnya menjadi keputusan hukum atau menjadi suatu kebijaksanaan. Keempat, da’i hendaknya luwes (ringan badan) siap membantu dalam pergaulan, mau menghadapi persoalan, tidak mengadakan stratifikasi sosial.
__________________
11 Abu Zahrah, terj. oleh Ahmad Subandi dan Ahmad Sumpeno,1992 Dakwah Islamiah. Bandung, Rosydakarya. hal. 155-159.


Dia harus berpendirian bahwa dirinya itu bagian integral dari mereka. Dia mampu bersikap,  berdiri sama tinggi,  duduk sama rendah bersama mereka.  Kelima, da’i itu wajib mengetahui Al-Qur’an dan Sunah serta psikologi, kultur orang-orang yang akan diajak masuk Islam, mengetahui media yang akan lebih menarik perhatian daripada yang akan menjauhkanya. Jika memang adat itu adalah adat yang buruk, dia harus mampu mengubahnya dengan luwes tanpa memprotesnya sebelum menjinakan mereka menuju kepada kebenaran (Islam), dan mengambil sarana yang dapat menarik perhatian mereka. Nabi bersabda kepada orang yang beliau ajak dalam melaksanakan dakwah Islam;
يسروا ولا تعسروا بشروا ولا تنفروا
“Mudahkanlah dan janganlah kalian mempersulit, berilah penjelasan dan janganlah kamu tentang mereka”.
Keenam, tidak memusuhi, tidak terjadi kontra dengan orang yang akan diajak masuk Islam, dan dia harus menjadi orang (hamba Allah) yang mempunyai indikasi seperti yang difirmankan-Nya dalam surat  ayat  :                                                     
Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.                                                                                        
Ketujuh, dalam prilaku janganlah kontradiksi dengan agama dan perintah-perintah-Nya. Akan tetapi cermin bagi orang-orang yang akan diajak masuk Islam, karena dakwah dengan karya nyata lebih jelas kepada mereka daripada berdakwah dengan perkataan. Al-Qur’an telah menyerukan untuk mengambil suri teladan Rasulullah SAW, Allah berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Kedelapan, menjauhkan diri dari kesubhatan, karena pengaruh kesubhatan yang ada di sekitar dirinya, akan melemahkan wibawa perkataanya dan akan menghancurkan dakwahnya. Jika dakwah itu hancur, hancur pulalah respon dari orang-orang yang diajak masuk Islam, dan tidak ada seorang pun yang masuk Islam. Jika sifat-sifat ini dimiliki, da’i itu adalah da’i yang paripurna, jika kurang,  maka kurang pula wibawa dakwah sesuai dengan kekurangannya. Kurang tepat kalau keberhasilan dakwah hanya diukur dari banyaknya jamaah yang hadir pada suatu upacara keagamaan. Banyaknya jamaah yang hadir hanyalah salah satu indikkator saja.
Keberhasilan dakwah dapat diukur dari munculnya kesadaran keagamaan pada                                                                                                                                                                         masyarakat (komunikan) akibat adanya dakwah, baik kesadaran yang berupa tingkah laku, sikap atau keyakinan. Untuk menciptakan kesadaran keagamaan pada masyarakat (komunikan) tidaklah mudah, karena kesadaran adalah kondisi dimana seseorang mempunyai dorongan kemamuan untuk melakukan sesuatu yang tumbuh dari dirinya sendiri tanpa harus adanya stimulus yang terus-menerus.  Ada atau tidak adanya stimulus tetap ia melakukan sesuatu yang telah disadari bahwa sesuatu itu memang harus dilakakukan disinilah sebetulnya tugas da’i yang inti (utama), menumbuhkan kesadaran pada masyarakat (komunikan) untuk selalu mengabdikan dirinya kepada Allah SWT. Firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat: 56:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya beribadah kepada-Ku”.
Kesadaran keagamaan adalah kesadaran yang integrated, yaitu kesadaran yang mampu mengerakan manusia  untuk selalu saling membantu, menghormati, tahu akan kewajiban dan haknya yang harus dilakukan dan melakukanya serta mampu mentendesikannya segala aspek kegiatanya semata-mata untuk beribadah dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Pada saat dakwah sudah mampu menciptakan kondisi masyarakat seperti inilah dakwah dianggap berhasil, walaupun tidak berarti lantas dakwah dihentikan. Dakwah harus tetap dilakukan dalam upaya memelihara kondisi agar tetap pada kondisi yang diinginkan.  Tidaklah sepenuhnya benar kalau keberhasilan dakwah hanya diukur dari banyaknya jamaah yang hadir pada suatu upacara kegamaan.banyaknya jamaah yang hadir hanyalah salah satu indikator saja. Keberhasilan dakwah dapat diukur dari munculnya kesadaran keagamaan pada masyarakat (komunikan) akibat adanya dakwah, baik kesadaran yang berupa tingkah laku, sikap ataupun keyakinan. (Slamet Muhaimin Abda, 1994: 43).12
_________________
12 Slamet Muhaimin Abda. 1994. Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah. hal. 43.

Pada halaman lain, Slamet Muhaimin Abda, (1994: 56),13 mengatakan bahwa untuk menciptakan kesadaran keagamaan pada masyarakat atau (komunikan) tidaklah mudah, karena kesadaran adalah kondisi dimana seseorang mempunyai dorongan kemauan untuk melakukan sesuatu yang tumbuh dari dirinya sendiri tampa harus adanya stimulus yang terus menerus.  Ada atau tidak adanya stimulus, tetap ia melakukan sesuatu yang telah disadari bahwa sesuatu itu memang harus dilakukan. Disinilah sebetulnya tugas da’i yang inti, menumbuhkan kesadaran pada masyarakat (komunikan) untuk selalu mengabdikan dirinya kepada Allah SWT.
Menurut pendapat Syukriadi Sambas (2004: 129-130)14 yang dikutip oleh Aep Kusnawan dalam bukunya “Ilmu Dakwah (Dalam Kajian Berbagai Aspek), bahwa Dakwah tanpak dalam wujud realitas. Ia teramati (makhsus), terpahami (ma’qul), dan terasakan (mawzuqat) dalam sejarah, gagasan ulama yang tertuang dalam referensi dan perilaku ke-Islaman yang terus berlangsung selama manusia berada di planet bumi ini. Semua itu merupakan perilaku ke-Islaman berupa internalisasi, tranmisi, tranformasi, dan difusi pesan Ilahiyah dalam kehidupan manusia dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, yang melibatkan unsur-unsur dalam berbagai konteks disepanjang zaman dan ruang.
Unsur-unsur (arkan) dakwah tersebut meliputi: (1) Da’i, yaitu subjek atau pelaku dakwah. (2) Mawdhu atau pesan Ilahiyah disebut: Jalan Tuhanmu (sabili rabbik), Din al-Islam, jalan yang lurus dan meluruskan (al-sirath al-mustaqim), agama yang ajeg dan bernilai guna (din al-qayim), agama yang coocok dengan naluri ketuhanan) (din al-fitri), dan sebutan lainnya; (3) Uslub (metode) yang antara lain dengan kajian ilmiah dan filosofis (bi al-hikmah), persuasif (bi mauizah al-hasanah), dialogis (bi al-mujadalah), pemberian kabar gembira (tabsyir), pemberian peringatan (inzar), menyuruh kebaikan (amar ma’ruf), melarang kemungkaran (nahi munkar), pemberian contoh yang baik (uswah hasanah) dan yang lainnya; (4) Washilah (media) yang terdiri atas: lingkungan keluarga (dawr usrah, lingkungan sekolah (dawr al-madrasah, surat (al-rasail), hadiah (targhib), sangsi (al-tanbih), cerita (al-qishah), sumpah (al-qasm), simulasi (al-mitsal), kekuasaan (al-quwwah), tulisan ( al-kitabah),  ucapan (bi qawl), perilaku (bi amal),
_________________
13 Slamet Muhaimin Abda. 1994. Ibid. hal. 56.
14  Syukriadi Sambas,  Aep Kusnawan (Penyunting).  2004. Ilmu Dakwah (Dalam Kajian     Berbagai Aspek)  129-130.
percontohan (bi al-sairah al-hasanah; (5) Objek dakwah (mad’u), terdiri dari manusia atas berbagai karekteristiknya, seperti jika dilihat dari aspek kuantitasnya: diri da’i sendiri, mad’u seorang, kelompok kecil, kelompok terorganisir, orang banyak, dan orang dalam kelompok tertentu.
Menurut pendapat A.Wahab Suneth dan Syarudin Djosan (2003: 11-12)15 bahwa dalam melaksanakan dakwah, mesti dipertimbangkan secara sungguh-sungguh tingkat dan kondisi cara berpikir mad’u (penerima dakwah) yang tercermin dalam tingkat peradabannya termasuk sistem budaya dan stuktur sosial masyarakat yang akan atau sedang dihadapi. Hal ini menandakan bahwa tanpa penelitian empiris dalam melaksanakan dakwah, maka tida akan mampu mengungkapkan kondisi mad’u secara komprehensif.
Setiap kegiatan dakwah betapapun sederhananya mengandung unsur-unsur organisasi yang lengkap, yaitu skurang-kurangya terdiri dari da’i atau mubaligh (pihak yang menyampaikan seruan), mad’u (pihak penerima seruan), penyedianan sarana dan fasilitas melalui pembagian fungsi dan tugas kesemuanya melakukan kerjasama untuk menampilkan pesan dakwah kerah tercapainya tujuan berupa aktualisasi isi pesan dakwah (Zaini Muchtarom, 1996: 15).16
كنتم خير امة اخرجت للناس تا مرون بالمعروف وتنهون عن المنكر اولئك هم المفلحون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” .
Menurut Raharjo (1994), kata ummah dalam ayat di atas dapat pula diartikan sebagai organisasi. Sedangkan pengertian umat Islam ditafsirkan dari kata minkum, sebagian dari kamu. Dan di dalam tubuh umat Islam perlu dibentuk organisasi, yakni sebagai penafsiran dari kata ummah.
___________________
 16  A.Wahab Suneth dan Syarudin Djosan. 2003.Problematika Dakwah Dalam Indonesia Baru.  hal. 11-12.
 17  Zaini Muchtarom. Dasar-Dasar Menejemen Dakwah. Yogyakarta. Al-Amin Press. hal.15.
Di dalam ummah itu diperlukan dakwah amar ma’ruf nahy munkar. (Asep Muhyidin, Aep Kusnawan (penyunting), 2004: 28).17
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengembangan manajemen dakwah Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung. Kegunaan penelitian ini dimaksudkan untuk memberi informasi dan bahan pemikiran akademisi dakwah dan masyarakat luas mengenai pengembangan manajemen dakwah Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung.
Penelitian berangkat dari suatu landasan teoritis pengembangan manajemen dakwah dalam suatu lembaga atau organisasi dakwah sangat penting adanya, baik yang berkaitan dengan penguasaan dan pengetahuan tentang manajemen, manajemen dakwah, dan pengorganisasian dakwah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah Deskritif analitik. Metode ini digunakan untuk membantu menemukan pemecahan masalah dengan kenyataan pada penomena-penomena yang terjadi dan untuk menemukan pemecahannya dengan menganalisis dan menginterpretasikan data-data tentang pengembangan manajemen dakwah Ikatan Jamaah Ahul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung. Teknik penelitian yang dilakukan dengan cara Observasi, Wawancara, dan Studi Pustaka mengenai manajemen dakwah. Data yang diperoleh dianalisis  dengan beberapa tahapan, yaitu  mengumpulkan data tentang pola dan Program, Metode dan pelaksanaan, faktor pendukung dan penghambat, serta tingkat keberhasilan dakwah Ikatan Jama’ah Ahlu Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung,  kemudian diklasifikasi dan dihubungkan antara satu sama lain guna menghasilkan suatu kesimpulan.
Data yang ditemukan menunjukan bahwa pengembangan manajemen dakwah yang telah dan sedang dilakukan adalah pengembangan sosial keagamaan, ekonomi umat, pendidikan dan pelatihan, dan sumberdaya dan kaderisasi. Dengan faktor pendukung yang dimiliki, pelaksanaan dakwah dapat berjalan sesuai dengan program dan tujuan organisasi.
_________________
17 Asep Muhyidin, Aep Kusnawan (penyunting), Ibid, hal. 28.
Walaupun terdapat beberapa faktor penghambat yang dihadapinya seperti minimnya aspek finansial dan keterbatasan sumber daya manusia. Realitas hasil dakwahnya apabila ditnjau segi kuantitatif dan kualitatif sangat baik dan berhasil, walaupun perlu adanya penyempurnaan dan peningkatan dalam aspek finansial dan sumberdaya.
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN MANAJEMEN DAKWAH
A.           Manajemen Dakwah
1.        Pengertian Manajemen
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, organisasi dakwah harus digerakan dengan sustu kegiatan yang dinamis yang disebut manajemen (managemant). Manajemen merupakan suatu proses kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Ia terdapat hampir dalam seluruh kegiatan manusia, baik di pabrik, kantor, sekolah, rumah sakit, hotel, panti asuhan, lembaga sosial, bahkan rumah tangga juga memerlukan manajemen. Oleh karena lembaga dakwah tidak akan terselenggara tanpa adanya manajemen. Suatu manajemen dilaksanakan dengan mengatur dan mengarahkan berbagai sumber daya yang dirumuskan menjadi 6M; Men (manusia), Money (uang), Material (barang), Machine (mesin), Method (metode), dan Market (pasar) untuk mencapai tujuan. Keseluruhan sumberdaya tersebut disebut unsur-unsur manajemen yang harus dikoordinasikan oleh pimpinan lembaga dakwah secara seimbang untuk mencapai tujuan.18
            S. Wojowasito dan Tito Wasito .W,19 dalam Kamus Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris,  istilah menejemen, berasal dari bahasa Inggris, manage artinya (1) mengemudikan; (2) mengurus; (3) memerintah atau memimpin.. Dan management, artinya (1) pimpinan; (2) direksi; (3) pengurus.
Moh. E. Ayub, Muhsin MK., dan Ramlan Mardjoned,20 dalam bahasa Inggris, istilah manajemen diartikan sama dengan managing. Dalam bahasa Indonesia, kata management (Inggris) diterjemahkan menjadi berbagai istilah, misalnya: (1) pengurusan;  (2) pengelolaan;
_____________________
18 Zaini Muchtarom.  Dasar-Dasar Menejemen Dakwah,  (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1993) hal. 35
19 S. Wojowasito danW.J.S. Purwadarmita S., Wojowasito dan Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Bandung:  Hasta, 2008), hal. 107.
20 Moh. E. Ayub, Muhsin MK., Ramlan Mardjoned, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 32.
 (3) ketatalaksanaan; (4) kepemimpinan; (5) bimbingan; (6) pembinaan; (7) penyelenggaraan; dan (8) penanganan.
Zaini Muchtarom,21  menjelaskan bahwa manajemen dapat didefinisikan dengan berbagai rumusan bergantung cara pandang para ahli. Sementara pihak yang mendefinisikan manajemen sebagai “kekuatan yang menggerakan suatu usaha dan bertanggungjawab atas kesuksesan dan kegagalannya”. Oleh karena itu orang yang menggerakan suatu organisasi disebut manajer (manager). Yang lain menyatakan bahwa manajemen adalah “upaya untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui usaha berkelompok dengan memanfaatkan kecakapan dan sumberdaya yang lain”. dan yang lainnya, memberikan definisi  bahwa management is getting things done through people (manajemen adalah membuat sesuatu terlaksana melalui orang lain). Bahkan definisi yang lebih singkat menyebutkan mangement is planning and implementing (manajemen ialah perencanaan dan pelaksanaan).
Manajemen berasal dari bahasa Inggris, yaitu: to manage, berarti mengatur, mengelola, melaksanakan, dan memperlakukan. Menurut George R. Terry, manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, serta penilaian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Menurut Siagian, manajemen adalah suatu aktivitas menggerakan orang lain, suatu kegiatan memimpin atas dasar sesuatu yang telah diputuskan sedangkan menurut Jonson, manajemen adalah suatu proses untuk mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan. Dan menurut Mamalik, manajemen adalah kekuatan utama dalam organisasi yang mengatur dan mengorganisasi kegiatan-kegiatan sub-sintem serta menghubungkannya dengan lingkungan.
Menurut RB. Khatib Pahlawan Kayo 22 manajemen adalah kemampuan dan keterampilan seseorang untuk merencanakan, mengatur, dan mengelola serta mengawasi jalannya sustu
_______________________
21  Zaini Muchtarom,  Dasar-Dasar Menejemen Dakwah, hal. 35-36.
22  RB. Khatib Palawan Kayo, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2007), hal. 17-18).

kegiatan atau program, sehingga secara optimal dapat mencapai tujuan yang diinginkan dengan tepat waktu dan tepat sasaran.
2.      Ruang lingkup dan Fungsi Manajemen
M. Manullang, 23  mengatakan bahwa sampai saat ini, belum terdapat kosensus baik di antara praktisi maupun teoritis mengenai fungsi manajemen, atau disebut juga unsur-unsur manajemen. Dari berbagai pendapat mengenai fungsi manajemen akan tampak jelas dengan dikemukakannya pendapat beberapa penulis sebagai berikut:
a.       Louis A. Allen             : Leading, Planning, Organizing, Controlling.
b.      Prajudi Atmosudirjo    :  Planning, Organizing, Direction, Contrilling. 
c.       John Robert Beishline   : Perencanaan, Organisasi, Komando, Kontrol.
d.      Henri Fayol                   : Planning, Organizing, Competion,  Actuating, Controlling.
e.       Luther Gullich               : Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating,
                                        Reporting, Budgetting.
f.       Koontz dan O Donnel   : Organizing, Staffing,  Directing, Planning, Controlling.
g.      William H. Newman     : Planning, Organizing, Assembling, Resources, Directing,
                                         Controlling.
h.      S.P. Siagian                   : Planning,Organizing, Motivating, Controling.   
i.        William Spiegel             : Planning, Organizing, Controlling.
j.        George R. Terry            : Planning, Organizing, Actuating,  Controlling.
k.       Lyndak F. Urwick        : Forecasting, Planning, Organizing, Coordinating, Controlling.       
l.        Wardi                            : Planning, Organizing, Coordinating,  Actuating, Leading,
                                         Communicating, Controlling.
m.    The Liang Gie               : Planning, Decision making, Directing, Coordinating,
                                        Controlling, Improving.

_______________________
23  M.  Manullang,  Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,  20012), hal. 7-8.
Pada hakikatnya, bila dikombinasikan dari ketigabelas  penulis di atas, maka fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut: (a) forecasting (meramalkan atau memproyeksikan), (b) Planning (perencanaan), termasuk Budgetting (anggaran), (c) Organizing (pengorganisasian), (d) Staffing atau Assembling Resources (penyusunan staf), (e) Directing atau Commanding (perintah atau pengarahan), (f) Leading (keputusan),  (g) Coordinating (koordinasi), (h) Motivating ((memotivasi), (i) Controlling (pengawasan), (j) Reporting (laporan).
Zaini Muchtarom,24 menjelaskan bahwa pada tahun 1916 Henri Fayol, industriawan Prancis sebagai pelopor pendekatan fungsional mengemukakan lima fungsi manajemen , yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), commanding (perintah), coordination (koordinasi), dan control (pengawasan). Lima fungsi ini menjadi faktor penentu dalam pelaksanaan manajemen tanpa memandang apapun yang menjadi tujuan suatu organisasi.
Selanjutnya, pendapat Henri Fayol tersebut telah dikembangkan oleh para pakar manajemen menjadi delepan fungsi, yaitu:
a.       Planning (perencanaan) sebagai formulasi tindakan di masa mendatang diarahkan kepada tujuan yang akan dicapai oleh organisasi.
b.      Decision making (pengambilan keputusan) sebagai langkah manajer secara bijaksana untuk memilih dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dapat ditempuh.
c.       Organizing (pengorganisasian) sebagai upaya mempertimbangkan tentang susunan organisasi, pembagian pekerjaan, prosedur pelaksanaan, pembagian tanggung jawab dan lain-lain,  yang apabila dikerjakan secara seksama akan menjamin efisiensi penggunaan tenaga kerja.
d.      Staffing (penyusunan staf) yaitu dimulai dari recruitment, penetapan, dan pelatihan untuk mengembangkan tenaga kerja bagi kemajuan organisasi.
e.       Communicating (komunikasi) yaitu kegiatan manajer berkomunikasi dengan semua unsur dalam organisasi serta umpan balik dapat berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan.
_____________________
24  Zaini Muchtarom, Dasar-Dasar Menejemen Dakwah,  hal. 38-39.


f.       Motivating (memotivasi) yaitu memberikan dorongan semangat (motivasi) kepada para untuk mencapai tujuan bersama dengan cara memenuhi kebutuhan dan harapan mereka serta memberikan penghargaan.
g.      Leading (memimpin) yaitu memimpin dengan penuh inspirasi sehingga manajemen tanggap dan mampu menyesuaikan dengan tuntunan keadaan.
h.      Controlling (pengawasan) yaitu apabila manajer membandingkan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan bearti ia berada dijalur pengawasan yang benar. Deviasi yang terjadi harus menjadi bahan penyusunan perencanaan mendatang.
3.    Unsur-unsur Manajemen
Zaini Muchtaro,25 mengatakan bahwa manajemen selalu dikaitkan dengan usaha bersama sekelompok manusia dengan menggunakan unsur-unsur yang diperlukan . adapun unsur-unsur tersebut terdiri dari enam macam, Men (manusia), Money (uang), Material (barang), Machine (mesin), Method (metode), dan Market (pasar) yang dirumuskan menjadi 6M. untuk mencapai tujuan. Dakwah juga merupakan usaha bersama sekelompok manusia yang memerlukan unsur-unsur dakwah sebagaimana diperlukan oleh manajemen pada umumnya.
B.  Konsep Manajemen Dakwah
1.         Pengertian Manajemen Dakwah
Jika aktivitas dakwah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen, maka citra profesional dalam dakwah akan terwujud pada kehidupan masyarakat. Dengan demikian, dakwah tidak dipandang dalam objek ubudiyah semata, akan tetapi diinterpretasikan dalam berbagai profesi. Dan inti dari pengaturan secara manajerial organisasi dakwah. Sedangkan efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan dakwah adalah merupakan suatu hal yang harus mendapatkan prioritas. Dakwah dikatakan akan berjalan secara efektif,  jika apa yang menjadi tujuan benar-benar dapat tercapai, serta dalam pencapaiannya mengeluarkan pengorbanan-pengorbanan yang wajar. Dan lebih tepatnya, jika lembaga dakwah yang dilaksanakan menurut prinsip-prinsip manajemen akan menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang bersangkutan.
______________________
25   Zaini Muchtarom, Dasar-Dasar Menejemen Dakwah, hal.  42-43.
Manajemen dakwah adalah terminologi yang terdiri dari dua kata, yakni manajemen dan dakwah. Kedua kata ini berangkat dari dua disiplin ilmu yang berbeda. Istilah pertama, berangkat dari disiplin ilmu sekuler, yakni Ilmu Ekonomi. Ilmu ini diletakan di atas paradigma materialistis. Prinsipnya adalah dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sementara istilah yang kedua berasal dari lingkungan agama, yakni Ilmu Dakwah. Ilmu ini letakan di atas prinsip, ajakan menuju keselamatan dunia dan akhirat, tanpa paksaan dan intimidasi serta tanpa bujukan dan iming-iming material. Ia datang dengan tema menjadi rahmat bagi semesta alam.26
Dakwah,  secara bahasa (etimologi) merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, yang berbentuk masdar. Kata tersebut: دعوة   دعا –  يدعو –  (da’a, yad’u, da’watan), artinya seruan, ajakan, panggilan, undangan atau do’a.
Menurut Abdul Aziz, secara etimologi kata dakwah berarti: (1) Memanggil; (2) Menyeru; (3) Menegaskan atau membela sesuatu; (4) Perbuatan atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu; dan (5) Memohon dan meminta atau do’a. Artinya, proses penyampaian pesan-pesan tertentu berupa ajakan, seruan, dan undangan untuk mengikuti pesan tersebut atau menyeru dengan tujuan untuk mendorong seseorang atau masyarakat supaya melakukan cita-cita tertentu.27
Slamet Abda,28 mengatakan bahwa dakwah pada hakikatnya mempunyai arti ajakan, berasal dari kata da’a – yad’u- da’watan (dakwah) yang bearti mengajak. Dalam pengertian yang lebih khusus dakwah bearti mengajak baik pada diri sendiri ataupun pada orang lain untuk berbuat baik sesuai dengan ketentuan (perintah) dan larangan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya.

______________________
26  Zaini Muchtarom, Dasar-Dasar Menejemen Dakwah, hal. 37.
27  M. Yunan Yusuf (Pengantar), M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. vii.
28  Slammet Abda,   Ibid, hal. 29-30.

Sedangkan menurut Hamzah Yakub,29 bahwa berdakwah , melaksanakan amar makruf dan nahi munkar, adalah salah satu kewajiban setiap muslim dimanapun mereka berada menurut kemampuanya. Dalam bahasa Indonesia, kata management (Inggris) diterjemahkan menjadi berbagai istilah, misalnya: (1) pengurusan;  (2) pengelolaan; (3) ketatalaksanaan; (4) kepemimpinan; (5) bimbingan; (6) pembinaan; (7) penyelenggaraan; dan (8) penanganan.
Manajemen berasal dari bahasa Inggris, yaitu: to manage, berarti mengatur, mengelola, melaksanakan, dan memperlakukan. Menurut George R. Terry, manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, serta penilaian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Sedangkan menurut Zaini Muchtarom,30 manajemen adalah upaya untuk mencapai hasil yang diinginkan melalui usaha berkelompok dengan memanfaatkan kecakapan dan sumberdaya yang lain dan yang lainnya, memberikan definisi bahwa management is getting things done through people (manajemen adalah membuat sesuatu terlaksana melalui orang lain). Bahkan definisi yang lebih singkat menyebutkan mangement is planning and implementing (manajemen ialah perencanaan dan pelaksanaan).
Menurut Siagian, manajemen adalah suatu aktivitas menggerakan orang lain, suatu kegiatan memimpin atas dasar sesuatu yang telah diputuskan. Sedangkan menurut Jonson, manajemen adalah suatu proses untuk mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan. Dan menurut Mamalik, manajemen adalah kekuatan utama dalam organisasi yang mengatur dan mengorganisasi kegiatan-kegiatan sub-sintem serta menghubungkannya dengan lingkungan.
Dengan demikian,  pengertian manajemen dakwah sebagaimana yang didefinisikan A.Rosyad Shaleh,31 mengartikan manajemen dakwah sebagai proses perencanaan tugas,
_____________________
29 Hamzah Yakub, Ibid,  hal. 21.
30  Zaini Muchtarom, Ibid, hal.  36-37.
31   A.Rosyad Sholeh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 123.
mengemlompokan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakan kearah tujuan dakwah.
Zaini Muchtarom,32 mendefinisikan manajeman dakwah adalah suatu proses yang terdiri dari fungsi-fungsi manajemen yang dilaksanakan secara berantai sehingga merupakan suatu siklus yang bergerak berkelanjutan hingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Siklus tersebut dirumuskan sebagai berikut: Planning       Organizing        Actuating     Contrilling                Planning               Organizing             Actuating .......... dan seterusnya.  
M. Munir dan Wahyu Ilaihi,33 mendefinisikan manajemen dakwah seatu pengaturan secara sitematis dan koordinatif  dalam kegaiatn dakwah atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah.
RB. Khatib Pahlawan Kayo,34 menjelaskan bahwa baik keberhasilan maupun kegagalan yang direkomendasikan oleh suatu penilaian sebagai feedback (umpan balik) tetap sangat diperlukan bagi penetuan kebijakan dakwah masa depan karena siklus sebuah manajemen itu memang bermula dari perencanaan dan diakhiri dengan feedback untuk masukan bagi penyusunan perencanaan berikut:

Pelaksanaan
 
Peran Siklus
 
Siklus Manajemen Dakwah








 






______________________
32 Zaini Muchtarom,   Ibid, hal. 47-48.
33 RB. Khatib Pahlawan Kayo, Ibid,  hal. 84-85.
34  M. Yunan Yusuf (Pengantar), M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Ibid, hal. 79-80.
2.              Ruang lingkup dan Fungsi Manajemen Dakwah
Subtansi dakwah adalah berporos pada ajakan untuk memikirkan klaim terpenting tentang hidup dan mati, kebahagian atau siksaan abadi, kebahagian di dunia atau kesengsaraan, cahaya kebenaran atau kegelapan, kebajikan dan kesejahteraan, maka dakwah harus dilakukan dengan integritas penuh, baik bagi para pendakwah atau objek dakwah.
Ruang lingkup kegiatan dakwah dalam tataran manajemen merupakan sarana atau alat bantu pada aktivitas dakwah itu sendiri. Karena dalam suatu aktivitas dakwah itu akan timbul masalah atau problem yang sangat kompleks, yang dalam menangani serta mengantisifasinya diperlukan strategi yang sistematis. Dalam konteks ini, maka peranan manajemen sangat berpengaruh dalam pengelolaan sebuah lembaga atau organisasi dakwah sampai pada tujuan yang diinginkan. Sedangkan ruang lingkup dakwah akan berkaitan pada aktivitas dakwah, dimana dalam aktivitas tersebut diperlukan seperangkat pendukung dalam mencapai kesuksesan. Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dakwah antara lain meliputi:
1.      Keberadaan seorang da’i, baik yang terjun secara langsung mapun tidak langsung., dalam pengertian eksistensi da’iyang bergerak di bidang dakwah itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari karakteristik dan kemampuannya, baik jasmani maupu rohani.
2.      Materi merupakan isi yang akan disampaikan kepada mad’u, pada tataran ini materi harus dapat memenuhi atau yang dibutuhkan oleh mad’u, sehingga akan mencapai sasaran dakwah itu sendiri.
3.      Mad’u,  kegiatan dakwah harus jelas sasarannya, dalam artian ada objek yang akan didakwainya.
Apabila ketiga komponen tersebut diolah dengan menggunakan manajemen yang Islami, maka aktivitas dakwah akan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sebab bagaimanapun juga aktivitas dakwah memerlukan pengelolaan yang tepat bila ingin dapat berjalan dengan sempurna.35
____________________
 35  RB. Khatib Pahlawan Kayo, Ibid,  hal. 84.
 
Secara umum,  tujuan dan kegunanan manajemen dakwah adalah untuk menuntun dan memberikan arah agar peleksanaan dakwah dapat diwujudkan secara profesional dan proposional. Artinya, dakwah harus dapat dikemas dan dirancang sedimikian rupa, sehingga gerak dakwah merupakan upaya nyata yang sejuk dan menyenangkan dalam usaha meningkatkan kualitas akidah dan spiritual, sekaligus kualitas kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik umat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 36
Adapun keguanan dari manajemen dakwah secara teoritis dan praktis dapat dilihat sesuai dengan fungsi manajemen itu sendiri, fungsi manajemen menurut George R. Terry terdiri atas: (a) Planning (perencanaan), (b) Organizing (pengorganisasian), (c) Actuating (pergerakan), dan (d) Controlling (pengawasan) 37
4.      Unsur-unsur dan Tujuan Manajemen Dakwah
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa manajemen selalu dikaitkan dengan usaha bersama sekelompok manusia dengan menggunakan unsur-unsur yang diperlukan . adapun unsur-unsur tersebut terdiri dari enam macam, Men (manusia), Money (uang), Material (barang), Machine (mesin), Method (metode), dan Market (pasar) yang dirumuskan menjadi 6M. untuk mencapai tujuan. Dakwah juga merupakan usaha bersama sekelompok manusia yang memerlukan unsur-unsur dakwah sebagaimana diperlukan oleh manajemen pada umumnya.38
Adapun unsur-unsur dakwah, Enjang AS. dan Aliyudin,37 bahwa dakwah dalam prosesnya akan melibatkan unsur unsur (rukun) dakwah yang terbentuk secara sistemik, artinya unsur yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Unsur dakwah artinya berbagai elemen yang mesti ada dalam proses dakwah. Paling tidak terdapat enam unsur utama (pokok) dalam proses dakwah, yaitu: da’i, maud’u (pesan dakwah), ushlub (metode dakwah), wasilah (media dakwah), mad’u (objek dakwah), dan tujuan dakwah. Unsur-unsur (arkan) dakwah tersebut meliputi; (1) Da’i, yaitu subjek atau pelaku dakwah.
____________________
36 Zaini Muchtarom,   Ibid, hal. 35.
 37  RB. Khatib Pahlawan Kayo, Ibid,  hal. 86.
38  Enjang AS. dan Aliyudin,  Ibid,  hal. 3-4.
(2) Mawdhu atau pesan Ilahiyah disebut: Jalan Tuhanmu (sabili rabbik), Din al-Islam, jalan yang lurus dan meluruskan (al-sirath al-mustaqim), agama yang ajeg dan bernilai guna (din al-qayim), agama yang coocok dengan naluri ketuhanan) (din al-fitri), dan sebutan lainnya,  (3) Uslub (metode) yang antara lain dengan kajian ilmiah dan filosofis (bi al-hikmah), persuasif (bi mauizah al-hasanah), dialogis (bi al-mujadalah), pemberian kabar gembira (tabsyir), pemberian peringatan (inzar), menyuruh kebaikan (amar ma’ruf), melarang kemungkaran (nahi munkar), pemberian contoh yang baik (uswah hasanah) dan yang lainnya, (4) Washilah (media) yang terdiri atas: lingkungan keluarga (dawr usrah, lingkungan sekolah (dawr al-madrasah), surat (al-rasail), hadiah (targhib), sangsi (al-tanbih), cerita (al-qishah), sumpah (al-qasm), simulasi (al-mitsal), kekuasaan (al-quwwah), tulisan (al-kitabah),  ucapan (bi qawl), perilaku (bi amal), percontohan (bi al-sairah al-hasanah), (5) Objek dakwah (mad’u), terdiri dari manusia atas berbagai karekteristiknya, seperti jika dilihat dari aspek kuantitasnya: diri da’i sendiri, mad’u seorang, kelompok kecil, kelompok terorganisir, orang banyak, dan orang dalam kelompok tertentu.
Secara umum tujuan dan kegunanan manajemen dakwah adalah untuk menuntun dan memberikan arah agar peleksanaan dakwah dapat diwujudkan secara profesional dan proposional. Artinya, dakwah harus dapat dikemas dan dirancang sedimikian rupa, sehingga gerak dakwah merupakan upaya nyata yang sejuk dan menyenangkan dalam usaha meningkatkan kualitas akidah dan spiritual, sekaligus kualitas kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik umat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Adapun kegunan dari manajemen dakwah secara teoritis dan praktis dapat dilihat sesuai dengan fungsi manajemen itu sendiri, fungsi manajemen menurut George R. Terry terdiri atas: (a) Planning (perencanaan), (b) Organizing (pengorganisasian), (c) Actuating (pergerakan), dan (d) Controlling (pengawasan).39
Dengan demikian, bahwa tujuan manajemen dakwah adalah hasil yang ingin dicapai yang dirumuskan secara pasti dan menjadi pedoman dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dalam proses dakwah.
______________________
39 RB,  Khatib Pahlawan Kayo,  Ibid,  hal. 43.
5.      Pengorganisasian Dakwah Islamiyah
1.      Pengertian Organisasi Dakwah Islamiyah
Organisasi adalah alat perjuangan yang sangat strategis. Pemahaman organisasi sebagai alat perjuangan untuk mencapai tujuan menyadarkan kita bahwa organisasi harus bersifat dinamis, dalam arti subjek to change sesuai dengan kebutuhan gerak perjuangan dakwah. Dengan kata lain, perlu adanya upaya sadar secara berkesinambungan untuk melakukan updating organisasi sebagai kelengkapan perjuangan. Dengan pemahaman tersebut, maka gerak organisasi sebagai alat perjuangan dapat mengantisipasi persoalan dan sekaligus mengemban peran dakwah yang dimilikinya.40
Kata Organisasi dakwah terdiri dari dua kata, yaitu kata organisasi dan kata dakwah. Perkataan organisasi berasal dari dari kata organisme yang berarti bagian-bagian yang  terpadu dimana hubungan satu sama lain diatur oleh hubungan terhadap keseluruhan. Oleh karena itu organisasi terdiri dari dua orang atau lebih yang bekerjasma untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
RB,  Khatib Pahlawan Kayo,41 menjelaskan bahwa secara umum organisasi dapat dilihat dari dari dua sudut, yaitu organisasi dalam arti statis dan organisasi dinamis. Organisasi dalam arti statis adalah struktur skematis tentang formasi dan personalia yang menggambarkan kedudukan, fungsi,  tugas,  dan tanggung jawab dalam tata hubungan yang terdapat dalam suatu lembaga tertentu.  Organisasi yang dinamis adalah sustu proses penetapan dan pembangian kerja yang akan dilakukan, pembatasan tugas, dan wewenang, sehingga memungkinkan orang-orang tertentu bekerjasama secara efektif  untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Moh. E. Ayub, dkk,42 Istilah organisasi berasal dari perkataan organon, yang berarti alat atau instrumen. Kamus administrasi memberikan definisi organisasi adalah suatu sistem usaha kerjasama dari sekelompok orang untuk mencapai tuuan bersama. Jadi organisasi adalah sebuag perangkat untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu.
_______________________
40    RB,  Khatib Pahlawan Kayo,  Ibid,  hal. 35.
41  Ibid,  hal. 32.
42  Moh. E. Ayub dkk. , Ibid,  hal. 30-31.
M. Manullang,43 menjelaskan bahwa dalam leteratur dewasa ini, arti organisasi beraneka ragam, tergantung dari sudut pandang mana para ahli yang bersangkutan melihatnya. Dan perkataan organisasi berasal dari bahasa Yunani organon dan bahasa Latin organum, yang berarti alat, bagian, anggota, dan badan. Walaupun demikian, perbedaan arti tersebut, kami ungkapkan dua pendapat ilmuan, yaitu James D. Mooney mengatakan, organisasi  adalah setiap bentuk perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dan Chester I. Barnard, mengatakan organisasi adalah sistem dari suatu aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
A.Rasyad Shaleh,44 menjelaskan bahwa pengorganisasian dakwah sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi danmengelompokan pekerjaan yang harus dilaksanakan, menetapkan, dan menyusun jalinan hubungan kerja diantara satuan-satuan organisasi atau tugasnya.
Dan  istilah dakwah,45 menurutnya dakwah mengandung pengertian sebagai suatu  kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah-laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun kelompok. Dengan tujuan agar muncul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap serta pengamalan terhadap agama sebagai materi (massage) yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.
Asep Muhiddin,46 dalam bukunya Dakwah dalam Perspektif Al-Quran mengungkap beberapa definisi dakwah Islamiyah yang dikemukakan para ahli sebagai berikut:
Pertama,  Syekh Ali Mahfudz. Dia mengungkapkan dakwah adalah: Mendorong manusia pada kebaikan dan petunjuk, memerintahkan perbuatan yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang merusak individu dan orang banyak agar mereka memperoleh  kebahagian di dunia dan akhirat.
______________________
43  RB,  Khatib Pahlawan Kayo,  Ibid, hal. 20.
44  A. Rasyad Shaleh,  Ibid, hal. 77.
 45  RB,  Khatib Pahlawan Kayo,  Ibid,  hal. 21.
46 Asep Muhidin, Dakwah dalam Perspektif Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2009),  hal.    49-51.
Kedua, Ahmad Galwusy. Dia mengemukakan,  dakwah dapat didefinisikan sebagai berikut: Menyampaikan pesan Islam kepada manusia ke setiap waktu dan tempat dengan berbagai metode dan media yang sesuai dengan situasi dan kondisi para penerima pesan dakwah (khalayak dakwah).
Ketiga, Sayyid Mutawakil, yang dikemukakan oleh Ali Ibnu Shalih Al-Mursyid  sebagai berikut:              Mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukannya ke jalan yang benar dengan menegakkan norma sosial budaya dan menghindarkan dari penyakit sosial.
Keempat, Al-Mursyid. Sebagai berikut: Sistem dalam menegakkan penjelasan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, memerintahkan perbuatan ma’ruf, mengungkapkan media-media kebathilan dan metode-metodenya dengan berbagai macam pendekatan, metode dan media dakwah.
Kelima, Ibnu Taimiyah. Menurutnya dakwah adalah penyampaian pesan Islam berupa: (a) mengimani Allah, (b) mengimani segala ajaran yang dibawa oleh semua utusan Allah, dengan membenarkannya dan mentaati segala yang diperintahkan, (c) menegakkan pengikraran syahadatain, (d) menegakkan  shalat, (e) mengeluarkan zakat, (f) melaksanakan shaum bulan ramadhan, (g) Menunaikan ibadah haji, (h) mengimani Malaikat, Kitab-kitab Allah, para rasul Allah, kebangkitan setelah wafat, kepastian baik dan buruk yang datang dari Allah, ( i) menyerukan agar hamba Allah hanya beribadah kepada-Nya seakan-akan melihat-Nya.
Keenam, Zakaria, sebagai berikut: Aktivitas para ulama dan orang-orang yang memeliki pengetahuan agama Islam dalam membrikan pengajaran kepada orang banyak (khalayak dakwah) hal-hal yang berkenaan dengan urusan agama dan kehidupannya sesuai dengan realitas dan kemampuannya.
A.Rosyad Saleh,47 yang dikutip oleh M. Munir dan Wahyu Ilahi, mengemukakan, bahwa rumusan pengorganisasian dakwah adalah rangkaian-rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan
________________________
  47 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Ibid,  hal. 120.
mengelompokan pekerjaan yang harus dilaksanakan, serta menetapkan  dan menyusun jalinan hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi-organisasi atau petugas-petugasnya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengroganisasian dakwah Islamiyah adalah proses pengaturan, pengelompokan, dan menetapkan segenap usaha dakwah Islamiyah yang mesti dikerjakan serta menjalin ikatan kesatuan  kerja yang baik antara satu dengan yang lainnya dalam melaksanakan tugasnya.
2.      Urgensitas Pengorganisasian Dakwah Islamiyah
Pengorganisasian mempunyai arti penting (urgen) dalam proses dakwah. Sebab  dengan pengorganisasian, maka rencana dakwah menjadi lebih mudah pelaksanaannya. Hal ini karena dengan pembagian kerja atau kegiatan dakwah dalam tugas-tugas yang lebih terperinci serta diserahkan pelaksanaannya kepada beberapa orang akan mencegah timbulnya komulasi pekerjaan hanya pada diri seorang pelaksana saja, dan apabila hal ini terjadi, tentu akan sangat memberatkan dan menyulitkan.
Selain itu, perincian kegiatan-kegiatan dakwah menjadi tugas-tugas terperinci akan memudahkan pula pendistribuasian tugas-tugas tersebut bagi para pelaksananya. Pendistribusian tugas-tugas dakwah ini kepada masing-masing pelaksana, menyebabkan mereka mengetahui dengan tepat apa yang harus diberikannya dalam penyelenggaraan dakwah tersebut. kejelasan masing-masing terhadap tugas yang harus dilakukan, sehingga dapat meminimalisir timbulnya salah pengertian, kekacauan, duplikasi, kekosongan (kevakuman), dan sebagainya.
Zaini Muchtarom,48 mengatakan bahwa mengorganisir dakwah berarti menghimpun dan mengatur sumber daya dan tenaga ke dalam suatu kerangka struktur dan hubungan menurut pola tertentu, sehingga dapat melakukan kegiatan dakwah bersama-sama untuk mencapai tuuan yang telah ditetapkan.
1.      Langkah-langkah dan Tujuan Pengorganisasian Dakwah Islamiyah
Langkah-langkah pengorganisasian sebagai berikut: (1) membagi dan menggolongkan
______________________
48  Rsyad Sholeh, Ibid, hal. 77.
tindakan-tindakan dakwah dalam kesatuan-kesatuan tertentu, (2) menentukan dan merumuskan tugas dari masing-masing kesatuan serta menempatkan pelaksana atau da’i untuk melaksanakan tugas tersebut,  (3) memberikan wewenang kepada masing-masing pelaksana, (4) menetapkan jalinan atau hubungan dengan baik.49
M. Munir dan Wahyu Ilahi,50  bahwa pengorganisasian itu memiliki arti penting dalam proses dakwah, dan dengan pengorganisasian rencana dakwah akan lebih mudah aplikasinya. Untuk itu pada dasarnya tujuan dari pengorganisasian dakwah adalah:  (1) Membagi kegiatan-kegiatan dakwah menjadi departemen-departemen atau divisi-devisi dan tugas-tugas yang terperinci dan  spesipik. (2) Membagi  kegiatan dakwah serta tanggung jawab yang berkaitan dengan masing-masing jabatan atau tugas dakwah. (3) Mengkoordinasikan berbagai tugas organisasi dakwah. (4) Mengelompokan pekerjaan-pekerjaan dakwah ke dalam unit-unit. (5) Membangun hubungan di kalangan da’i, baik secara individu,kelompok dan departemen. (6) Menetapkan garis-garis wewenang formal. (7) Mengalokasikan dan memberikan sumber daya organisasi dakwah. (8) Dapat menyalurkan kegiatan-kegiatan dakwah secara logis dan sistematis.    
    4.  Pola pengembangan Organisasi Dakwah Islamiyah
M. Manullang,51 Suatu organisasi dapat berkembang dan terus hidup bilamana organisasi selalu tanggap terhadap perubahan linkungan, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Tantangan dan kesempatan bagi suatu organisasi baik dari dalam maupu luar begitu rumit. Oleh karena itu, perusahaan atau organisasi dapat menyesuaikan tenaga kerjanya, khususnya dari segi kualitatifnya terhadap berbagai perubahan tersebut, dengan membekali tenaga kerjanya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui program pengembangan tenaga kerjanya.
A.Rasyad Shaleh,52 menjelaskan bahwa pengembangan atau peningkatan mempunyai arti penting bagi proses dakwah. Sebab dengan ada usaha mengembangkan para pelaksana,
______________________
49  Zaini Muchtarom,  Ibid, hal. 15.
50   Rsyad Sholeh, Ibid, hal. 79.
51 M. Munir dan Wahyu Ilahi,  Ibid, hal. 138.
52   Rsyad Sholeh, Ibid, hal. 82.

Zaini Muchtarom, 53 mengatakan bahwa pengorganisasian kegiatan dakwah, seperti umumya pengorganisasian dalam kegiatan ekonomi dan sosial lainnya, merupakan usaha terus menerus dari seorang pimpinan untuk meninjau kembali, mempertanyakan, dan mengevaluasi keadaan organisasi yang dipimpinnya. Dalam kedaan tertentu apabila dipandang perlu pimpinan organisasi dapat mengadakan perubahan susunan organisasi dalam rangka untuk memperbaiki pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Perubahan tersebut merupakan dinamika organisasi untuk menanggapi berbagai perkembangan yang terjadi.
Selama organisasi itu menyangkut faktor manusia yang hidup dan selalu bergerak terus menerus, bahkan dapat dikatakan tidak ada sesuatu yang tetap kecuali perubahan itu sendiri, maka pimpinan organisasi yang bijaksana akan memanfaatkan perubahan atau dinamika organisasi untuk menjamin dan meningkatkan kualitas pencapaian tujuan. Terdapat sejumlah alasan yang mendorong perlunya diadakan perubahan organisasi, baik karena faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Adakalanya perubahan organisasi disebabkan karena terjadinya perubahan tujuan dari organisasi tersebut atau mungkin juga tujuannya tetap, tapi cara mencapacai tujuan tersebut mengalami perubahan, sehingga perlu diadakan penyusutan formasi atau sebaliknya perlu penambahan unit organisasi baru.
Disamping itu, dengan digunakanya teknologi baru seperti pemakaian alat audio visual, komputer, faksmile, dan lain-lain sebagai sarana untuk mencapai tujuan juga memberikan andil bagi dinamika organisasi, sehingga diperlukan adanya tata ruang, prosedur, dan keterampilan baru yang dikuti dengan pembentukan unit organisasi baru. Dengan demikian terjadilah pengelompokan jenis pekerjaan dan bentuk hubungan baru di antara sesama unit organisasi.
4. Pengendalian dan Evaluasi Organisasi Dakwah Islamiya
Pada organisasi dakwah, penggunaan prosedur pengendalian ini diterapkan untuk memastikan langkah kemajuan yang telah dicapai sesuai dengan sarana   dan penggunaan sumber daya  manusia secara efisien. Pengendalian juga dapat dimaksudkan sebagai sebuah kegiatan untuk mengukur penyimpangan dari prestasi yang direncanakan dan menggerakan tindakan korektif.
______________________
53  Zaini Muchtarom,  Ibid, hal. 18.
Adapun unsur-unsur dasar pengendalian meliputi : (1)  Merupakan standar spesifikasi prestasi yang diharapkan. Hal ini dapat berupa sebuah anggaran, prosedur pengoperasian, suatu keputusan,dansebagainnya. (2) Merupakan bentuk pengukuran yang nyata.  (3) Merupakan bentuk laporan penyimpangan pada unit pengendali. (4) Seperangkat tindakan yang dapat dilakukan oleh unit pengendali untuk mengubah prestasi mendatang jika prestasi sekarang kurang memuaskan, yaitu seperangkat aturan keputusan untuk memilih tanggapan yang layak. (5) Jika dalam hal tindakan unit pengendali gagal membawa prestasi yang nyata kurang memeuaskan ke arah yang diharapkan, sehingha ada suatu perencanaan atau pengendalian lebih tinggi untuk mengubah satu atau beberapa keadaan yang tidak kondusif.54   
Program pengendalian dan peningkatan mutu dakwah dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, antara lain:
1.    Menentukan operasi program pengendalian dan perbaikan aktivitas dakwah.
2.    Menjelaskan mengapa operasi tersebut dipilih.
3.    Mengkaji dan pemantauan situasi yang kondusif.
4.    Melaksanakan pendataan dengan baik.
5.    Menentukan rencana perbaikan.55
Setelah dilakukan pengedalian semua aktivitas dakwah, maka aspek penting lain yang yang harus dilakukan dalam mengelola organisasi dakwah adalah melakukan evaluasi. Evaluasi dakwah dirancang untuk memberikan penilaian kepada orang yang dinilai dan orang yang menilai atau pimpinan dakwah tentang informasi mengenai hasil karyanya.  Tujuan dari program evaluasi adalah untuk mencapai konklusi dakwah yang evaluatif dan memberikan pertimbangan mengenai hasil karya serta untuk mengembangkan karya dalam sebuah program.
Dengan pengertian lain, evaluasi dakwah adalah peningkatan pengertian manajerial dakwah dalam suatu program formal yang mendorong para manajer atau pimpinan dakwah untuk
______________________
54  M. Munir dan Wahyu Ilahi, Ibid,  hal. 168.
55   Ibid, hal. 172.

mengamati perilaku anggotanya, lewat pengamatan yang lebih mendalam yang dapat dihasilkan melalui saling pengertian di antara kedua belah pihak. Evaluasi menjadi sangat penting karena dapat menjamin keselamatan pelaksanaan dan perjalanan dakwah.  Di samping itu, evaluasi juga penting untuk mengetahui positif atau negatifnya pelaksanaan, sehingga dapat memanfaatkan yang positif dan meninggalkan yang negatif. Selain dapat menghasilkan pengalaman praktis dan empiris yang dapat dipandang sebagai aset dakwah dan harakah yang harus diwariskan kepada generasi untuk dijadikan sebuah pelajaran.
Secara spesifik tujuan dari evaluasi dakwah adalah:
a.    Untuk mengindetifikasi sumber daya da’i yang potensial dalam sebuah spesifikasi   pekerjaan manajerial.
b.    Untuk menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi individu dan kelompok dalam sebuah lembaga atau organisasi.
c.    Untuk mengidentifikasi anggota yang akan dipromosikan dalam penempatan posisi tertentu.
Adapun hasil dari evaluasi itu diperoleh dari:
a.    Motivasi
b.    Promosi
c.    Mutasi atau pemberhentian anggota
d.   Dukungan finansial
e.    Kesdaran yang meningkat dari tugas dan persoalan bawahan
f.     Pengertian bawahan yang meningkat mengenai pandangan manajerial tentang hasil karya
g.    Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan
h.    Mengevaluasi efektivitas  dari keputusan seleksi dan penetapan
i.      Pemindahan
j.      Perencanaan sumberdaya manusia
k.    Peringatan dan sanksi (hukuman) 56
______________________
56   M. Munir dan Wahyu Ilahi,  Ibid,  hal. 169.
RB. Khatib Pahlawan Kayo, 57 mengatakan bahwa dalam pelaksanaan penilaian (evaluasi), ada dua pengetian evaluasi. Petama,  evaluasi adalah penelusuran (assesment) tentang relevansi, pelaksanaan, efiseinsi, dan dampak yang berkaitan dengan sasaran yang ingin dicapai.  Kedua, evaluasi adalah penelaahan (review) suatu pelaksanaan program dan mengetahui dampak dari program tersebut.  Kegiatan penilaian (evaluasi) sebagai salah satu fungsi manajemen intinya adalah untuk mengetahui secara jenih, akurat, dan ilmiah tentang relevansi antara perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dakwah. Apakah kegiatan dakwah tersebut sudah berjalan menurut proses dan prosedur yang ditetapkan, disamping mencermati kemungkinan adanya unsur-unsur positif sebagai faktor pendukung kebehasilan kegiatan dakwah tersebut. penilian dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu awal kegiatan, pertengahan, dan setelah kegiatan selesai secara keseluruhan.
Proses penilaian hendaknya menghasilkan perbaikan program dan prosedur serta usaha dalam mencapai tujuan yang telah disepakati. Dengan menggunakan proses penilaian akan mendapatkan hasil objektif terhadap pelaksanaan kegiatan dakwah dan sekaligus mendapatkan informasi yang menyeluruh guna meningkatkan efektivitas organisasi. Cara melaksanakan penilaian (evaluasi) dapat dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (questionaires) atau dengan mengadakan  pengamatan (observasi).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengembangan manajemen dakwah  di lingkunagn  Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung, penulis berkesimpulan:
1.      Setiap kegiatan dakwah yang dilakukan oleh individu, kelompok, lembaga atau organisasi, dapat berjalan secara efektif, efisien, porposional, dan profesional,  maka pelaksanaan dakwah tersebut  mesti dikemas,  didesain, dan diorganisir secara baik dan benar.

______________________
 57  M. Munir dan Wahyu Ilahi,   Ibid,  hal. 183-184.

2.      Dakwah Islamiyah merupakan usaha nyata dengan tujuan meningkatkan kualitas akidah, spiritual, sosial, ekonomi, budaya dan politik ummat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Untuk mewujudkan hal tersebut perlu memanfaatkan dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen, yaitu  perencanaan, pengorganisasian, gerakan, dan pengawasan serta evaluasi.
3.      Pengembangan manajemen dakwah yang telah dilakukan Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Kota Bandung, apabila ditinjau dari segi kuantitatif dan kualitatif sangat baik dan berhasil, walaupun perlu adakan penyempurnaan dan peningkatan dalam beberapa hal. Secara umum keberhasilan dakwah IJABI Kota Bandung diantaranya,  pertama, keberadaan organisasi dan pengurus masih eksis hingga saat sekarang. Kedua,  pengurus anggota dan jama’ah secara kontinyu melaksanakan dakwah terhadap masyarakat Kota Bandung dan masyarakat di luar Kota Bandung. Ketiga, anggota dan jama’ah yang tergabung dalam organisasi ini cukup signifikan.












DAFTAR PUSTAKA
A. Rasyad  Sholeh. 1977. Menejemen Dakwah Islam,  Jakarta.  Bulan Bintang.
Arfan Rachman . A. 1995.  Kamus Indonesia-Inggris-Arab, Jakarta, Pustaka Amani.
Abuddin Nata. 1999,  Metodologi Studi Islam, Jakarta, Grapindo Persada.
Asmuni Syukir. 1983.  Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya,  Al-Ihklas.   
Al-‘Aliyy Depag RI. 2005.  Al-Quran Terjemah Bandung. Dipenogoro.
Asmuni Syukir. 1983.  Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, Al-Ikhlas.
A.  Wahab Suneth dan Syafrudin Djosan, 2000. Problematika Dakwah dalam Era Indonesia
 Baru,  Jakarta. Bina Rena Pariwara. 2000.
Abu Zahrah, (diterjemahkan oleh Ahmad Subandi dan Ahmad Sumpeno). 1992. Dahwah
 Islamiah Bandung. Rosdakarya.
Aep Kusnawan (Penyunting). 2004. Ilmu Dakwah (Kajian ndari Berbagai aspek).Bandung. Bani
 Quraisy.
Dedy Djamaludin Malik dan Idi Subandi Ibrohim, (Peng.) Mohamad  Sobary. 1998. Zaman Baru Islam Indonesia, Pemikiran dan Aksi Pemikiran, Bandung, Zaman Wacana Mulia.
Enjang AS. dan Aliyudin. 2009.  Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Bandung,  Widya Padjadjaran.
Fuad Amsyari,  1995. Islam Kaffah, Gema Insan Press, Jakarta.
Hamzah Yakub. 1992. Pulisistik Islam,  Bandung, Diponegoro.
H.M. Arifin.  1994. Psikologi Dakwah. Jakarta. Bumi Aksara.
H.R. Abuy Sodikin dan Badruzaman, Ahmad Tafsir (Pengantar). 2002.  Metodologi Studi
            Islam, Bandung, Insan Mandiri.
M. Quraish Shihab. 1995. Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan.
M. Munir dan Wahyu Ilahi. 2006.  Manajemen Dakwah, Jakarta, Prenada Media.
Moh. E. Ayub, dkk. 2001. Manajemen Masjid,  Jakarta, Gema Insan
Manullang .M. 2012.  Dasar-Dasar Manajemen,Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Muhammad bin Abd Al-Karim A-Syahrasani. 2006.  Aliran-Aliran Teologi  Dalam Sejarah Umat Manusia, Al-Milal wa Al-Nihal, et.al, Surabaya, Bina Ilmu.
Nani Manchendrawaty dan Agus A. Safei. 2001. Pengembangan Masyarakat Islam, Bandung,
 Rosydakarya.
Onong Uchjana Efendi.  2004.  Komunikasi, Teori dan Praktek, Bandung,  Rosdakarya.
O. Hashem, Saqifah.  1994.  Suksesi Sepeninggal Rasulullah SAW. Depok, Yapi.
Rasyad  Sholeh. A..  1993.  Menejemen Dakwah Islam,  Jakarta.  Bulan Bintang.
R. Agus T. Kuswata dan R. Uu Kuswara .S.  1990. Komunikasi Islam dari Zaman Ke Zaman,
            Jakarta, Erikha Media Cipta.
Slamet Muhaimin Abda. 1994.  Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah,  Surabaya, Al-Ikhlas. 
Surahmi Arikanto. 1996.  Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta.
                               Siradjuddin Abas. 1984.  I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, Jakarta,  Pustaka Tarbiyah.
Sugiyono. 2007.  Statistik Untuk Penelitian, Bandung, Al-Fabeta,
Sujana. 2002. Meteode Statistika, Bandung, Tarsito.
S. Wojowasito danW.J.S. Purwadarmita S., Wojowasito dan Tito Wasito, (ed).  2008. Kamus
 Lengkap Inggris-Indonesia, Bandung, Hasta.
Wardi Bachtiar. 1997.  Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta, Logos Wacana Ilmu.
W.A. Gerungan.  2010.  Psikologi Sosial, Bandung, Refika Aditama.
Sugiarto Wakhid. 2008.  Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia,  Pulisbang Kehidupan Kegamaan Badan Litbang dan Diklat.  
Zaini Muchtarom. 1993. Dasar-Dasar Menejemen Dakwah. Yogyakarta. Al-Amin Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar