Aktualisasi Ibadah Vertikal dan Horizontal
Oleh: Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis: Ketua Tanfidz MWC NU Cibiru-Kota
Bnadung dan STID Sirnarasa
Ciamis-Jawa Barat)
Sekali-kali tidaklah daging dan darahnya itu dapat mencapai (keridhaan)
Allah, melainkan ketaqwaan kamu saja (yang dapat mencapai-Nya)… (QS Al-Hajj (22): 37)
Allah SWT. telah menganugrahkan nikmat
kepada manusia sangat banyak, misalnya manusia diberi anak, isteri, harta kekayaan, kesehatan badan, kedudukan dan
sebagainya. Segala yang dimiliki manusia adalah ni’mat dari Allah, baik berupa materi maupun non materi. Namun
bersanmaan dengan itu semua nikmat tersebut merupakan cobaan atau ujian bagi
manusia dalam kehidupannya. Meskipun Allah SWT. telah memberikan nikmat yang
tak terhingga kepada manusia, tetapi dalam kenyataan Allah SWT. juga telah melebihkan
sebagian dari mereka daripada yang lainnya. Sehingga, dalam kehidupan ini ada yang
kaya dan ada yang miskin, ada yang
menjadi pejabat dan ada yang jadi rakyat dan ada pimpinan dan ada bawahan
seterusnya. Hal Ini semua, tentunya dalam
rangka ujian bagi manusia, siapa diantara mereka yang benar-benar mukmin dan
siapa yang tidak ? siapa diantara mereka yang benar-benar sabar dan tawakal,
dan yang tidak ? Maka salah satu bukti bahwa seseorang yang memiliki kelebihan
harta telah lulus dari ujian atau cobaan adalah ia dengan ikhlas mau
mengorbankan sebagian hartanya dengan melaksanakan penyembelihan hewan qurban. Menurut
Lismanto (2004), dalam bukunya Hukum Islam Progresif bahwa tradisi simbolisasi kurban dalam hari
raya idul adha memiliki dua dimensi. Pertama, makna qurban memiliki dimensi
ibadah-spiritual. Kedua, makna qurban punya dimensi sosial.
Dengan demikian, Idul Adha atau hari raya Qurban memiliki
makna penting untuk direnungkan dalam kehidupan umat manusia. Salah satu maknanya
adalah kita perlu menyadari bahwa makhluk yang namanya manusia adalah kecil
dihadapan Allah, betapapun kebesaran pangkat dan jabatan yang disandangnya. Inilah
makna dari kalimat takbir, (Allahu Akbar……!) Dan manusia juga
harus menyadari bahwa tiada yg boleh di-Tuhan-kan dan disembah selain Allah. Sebab
kalau manusia menuhankan dan menyembah selain Allah maka mereka menjadi syirik
(menyukutukan Allah). Inilah makna dari kalimat thayyibah (laa Ilaha
illa Allah ……!).
Menurut hemat penulis bahwa makna Idul Adha secara garis besarnya
adalah sebagai berikut:
Pertama, hari menemui cahaya
Allah (yaum nurilillah).
Yakni hari untuk mengenal dan
lebih dekat dengan Allah SWT. Terminologi Idul Adha, diambil dari kata Id artinya
kembali, dan kata Adha artinya cahaya terang-benderang
atau pagi-pagi saat munculnya matahari. Maka umat Islam di seluruh
penjuru dunia yang sedang melaksanakan ibadah haji, pada tanggal 9 Zhulhijjah wajib
hadir di padang Arafah (sebagai rukun haji) untuk malakukan Wukuf. Kata wukuf
artinya berhenti, dan kata arafah artinya tahu atau mengenal.
Sedangkan bagi umat Islam yang belum mendapat panggilan ibadah haji, pada
tanggal 9 Zhulhijjah disunahkan untuk melaksanakan shaum sunah, yang disebut
shaum yaum al-Arafah. Dengan demikin, Idul Adha adalah hari raya untuk lebih
mengenal dan dekat dengan Allah SWT.
Kedua, hari penyembelihan (yaum al-nahr).
Yakni hari penyembelihan hewan kurban. Dan pada konteks ini, bagi segenap
umat muslim mesti mampu membuang dan mengendalikan jiwa mereka dari hawa nafsu
dan syahwat kebinatangan (bahimiyah) mereka demi dekat dengan Allah (taqarub
lila Allah). Maka pada raya Idul Adha, untuk membuang sifat kebinatangan
itu, disumbolkan dengan menyembelih hewan kurban.
Ketiga, hari berkurban (yaum al-qurbah).
Yakni hari pengorbanan bagi kaum muslimin, baik jiwa dan raga mereka
demi mendekatkan diri kepada Allah. Maka bagi segenap umat muslim mesti
mengorbankan segala potensi yang dimilikinya, baik pikiran, tenaga dan harta. Bagi
mereka yang memiliki harta, berkurban dengan menyembelih hewan kurban, sedang
mereka yang tidak memiliki harta berkurban dengan jiwa, pikiran dan tenaganya. Dan
daging hewan kurban untuk dibagikan kepada mereka yang secara ekonomi dianggap kurang
mampu, khususnya fakir dan miskin.
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik benang merahnya, bagi kaum
muslimin bahwa Idul Adha merupakan media sebagai berikut; (1) hari untuk lebih
mengenal dan mendekatkan diri mereka terhadap Allah SWT; (2) hari untuk
membuang dan mengendalikan jiwa mereka dari hawa nafsu dan syahwat kebinatangan
(bahimiyah); dan (3) hari pengorbanan jiwa dan raga sesuai dengan
kemampuanya masing-masing.
Pengorbanan jiwa dan raga umat Islam, baik harta, pikiran, dan
tenaga semuanya demi mendekatkan diri kepada Allah SWT, supaya menjadi hamba
yang bertaqwa. Pengorbanan mereka secara lahiriyah dalam penyembelihan hewan
kurban merupankan perwujudan dari ibadah vertikal (langsung dengan
Allah), sedangkan pembagian daging hewan kurban, khususnya kepada mereka yang
dianggap kurang mampu merupakan perwujudan ibadah horizontal (dengan
sesama manusia), atau disebut juga dengan ibadah sosial. Wa-Allahu ‘Alam.
_______________________
Alamat
Penulis: Cipadung No. B 8 RT.02/11 Kel. Cipadung Kec. Cibiru Kota Bandung 40614
Tlp/HP:
085795385626
Tidak ada komentar:
Posting Komentar