Sabtu, 15 Agustus 2015

Aktualisasi Ibadah Vertikal dan Horizontal



Aktualisasi Ibadah Vertikal dan Horizontal
Oleh: Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis: Ketua Tanfidz MWC NU Cibiru-Kota Bnadung dan STID Sirnarasa
Ciamis-Jawa Barat)

                                                                      
Sekali-kali tidaklah daging dan darahnya itu dapat mencapai (keridhaan) Allah, melainkan ketaqwaan kamu saja (yang dapat mencapai-Nya)… (QS Al-Hajj (22): 37)
Allah SWT. telah menganugrahkan nikmat kepada manusia sangat banyak, misalnya manusia diberi anak,  isteri,  harta kekayaan, kesehatan badan, kedudukan dan sebagainya. Segala yang dimiliki manusia adalah ni’mat dari Allah,  baik berupa materi maupun non materi. Namun bersanmaan dengan itu semua nikmat tersebut merupakan cobaan atau ujian bagi manusia dalam kehidupannya. Meskipun Allah SWT. telah memberikan nikmat yang tak terhingga kepada manusia, tetapi dalam kenyataan Allah SWT. juga telah melebihkan sebagian dari mereka daripada yang lainnya. Sehingga, dalam kehidupan ini ada yang kaya dan ada yang miskin,  ada yang menjadi pejabat dan ada yang jadi rakyat dan ada pimpinan dan ada bawahan seterusnya. Hal Ini semua,  tentunya dalam rangka ujian bagi manusia, siapa diantara mereka yang benar-benar mukmin dan siapa yang tidak ? siapa diantara mereka yang benar-benar sabar dan tawakal, dan yang tidak ? Maka salah satu bukti bahwa seseorang yang memiliki kelebihan harta telah lulus dari ujian atau cobaan adalah ia dengan ikhlas mau mengorbankan sebagian hartanya dengan melaksanakan penyembelihan hewan qurban. Menurut Lismanto (2004), dalam bukunya Hukum Islam Progresif  bahwa tradisi simbolisasi kurban dalam hari raya idul adha memiliki dua dimensi. Pertama, makna qurban memiliki dimensi ibadah-spiritual. Kedua, makna qurban punya dimensi sosial.
Dengan demikian, Idul Adha atau hari raya Qurban memiliki makna penting untuk direnungkan dalam kehidupan umat manusia. Salah satu maknanya adalah kita perlu menyadari bahwa makhluk yang namanya manusia adalah kecil dihadapan Allah, betapapun kebesaran pangkat dan jabatan yang disandangnya. Inilah makna dari kalimat takbir, (Allahu Akbar……!) Dan manusia juga harus menyadari bahwa tiada yg boleh di-Tuhan-kan dan disembah selain Allah. Sebab kalau manusia menuhankan dan menyembah selain Allah maka mereka menjadi syirik (menyukutukan Allah). Inilah makna dari kalimat thayyibah (laa Ilaha illa Allah ……!).
Menurut hemat penulis bahwa makna Idul Adha secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
Pertama, hari menemui cahaya Allah (yaum nurilillah).
 Yakni hari untuk mengenal dan lebih dekat dengan Allah SWT. Terminologi Idul Adha, diambil dari kata Id artinya kembali, dan kata Adha artinya cahaya terang-benderang atau pagi-pagi saat munculnya matahari. Maka umat Islam di seluruh penjuru dunia yang sedang melaksanakan ibadah haji, pada tanggal 9 Zhulhijjah wajib hadir di padang Arafah (sebagai rukun haji) untuk malakukan Wukuf. Kata wukuf artinya berhenti, dan kata arafah artinya tahu atau mengenal. Sedangkan bagi umat Islam yang belum mendapat panggilan ibadah haji, pada tanggal 9 Zhulhijjah disunahkan untuk melaksanakan shaum sunah, yang disebut shaum yaum al-Arafah. Dengan demikin, Idul Adha adalah hari raya untuk lebih mengenal dan dekat dengan Allah SWT.
Kedua,  hari penyembelihan (yaum al-nahr).
Yakni hari penyembelihan hewan kurban. Dan pada konteks ini, bagi segenap umat muslim mesti mampu membuang dan mengendalikan jiwa mereka dari hawa nafsu dan syahwat kebinatangan (bahimiyah) mereka demi dekat dengan Allah (taqarub lila Allah). Maka pada raya Idul Adha, untuk membuang sifat kebinatangan itu, disumbolkan dengan menyembelih hewan kurban.
 Ketiga,  hari berkurban (yaum al-qurbah).
Yakni hari pengorbanan bagi kaum muslimin, baik jiwa dan raga mereka demi mendekatkan diri kepada Allah. Maka bagi segenap umat muslim mesti mengorbankan segala potensi yang dimilikinya, baik pikiran, tenaga dan harta. Bagi mereka yang memiliki harta, berkurban dengan menyembelih hewan kurban, sedang mereka yang tidak memiliki harta berkurban dengan jiwa, pikiran dan tenaganya. Dan daging hewan kurban untuk dibagikan kepada mereka yang secara ekonomi dianggap kurang mampu, khususnya fakir dan miskin.
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik benang merahnya, bagi kaum muslimin bahwa Idul Adha merupakan media sebagai berikut; (1) hari untuk lebih mengenal dan mendekatkan diri mereka terhadap Allah SWT; (2) hari untuk membuang dan mengendalikan jiwa mereka dari hawa nafsu dan syahwat kebinatangan (bahimiyah); dan (3) hari pengorbanan jiwa dan raga sesuai dengan kemampuanya masing-masing.
Pengorbanan jiwa dan raga umat Islam, baik harta, pikiran, dan tenaga semuanya demi mendekatkan diri kepada Allah SWT, supaya menjadi hamba yang bertaqwa. Pengorbanan mereka secara lahiriyah dalam penyembelihan hewan kurban merupankan perwujudan dari ibadah vertikal (langsung dengan Allah), sedangkan pembagian daging hewan kurban, khususnya kepada mereka yang dianggap kurang mampu merupakan perwujudan ibadah horizontal (dengan sesama manusia), atau disebut juga dengan ibadah sosial. Wa-Allahu ‘Alam.
_______________________
Alamat Penulis: Cipadung No. B 8 RT.02/11 Kel. Cipadung Kec. Cibiru Kota Bandung 40614
Tlp/HP: 085795385626


Tidak ada komentar:

Posting Komentar