Selasa, 30 April 2019

Dakwah Terhadap Kaum Melinial


Dakwah Terhadap Kaum Melinial
Oleh: Ahmad Gojin
Era milenial mungkin masih kurang populer bagi sebagian orang. Era milenial merupakan sebuah fenomena masyarakat saat ini. Fenomena tersebut dapat dilihat dari  berbagai aktivitas, kebiasaan, dan gaya hidup masyarakat, khususnya generasi muda. Dan pada umum, fenomena masyarakat di era melinial memiliki ketergantungan cukup tinggi terhadap teknologi, informasi, dan transformasi dalam  melakukan aktivitasnya.
Di satu sisi, penggunaan teknologi dapat berdampak positif, yakni memudahkan masyarakat dalam mendapatkan dan mengakses informasi dan transfortasi. Namun di sisi lain, penggunaan teknologi dapat berdampak negatif, yakni mendapat informasi yang dapat merusak mental dan moralitas yang tidak sesuai dengan norma-norma, baik agama, susila, dan tradisi. Tentunya dampak negatif dari teknologi tersebut akan menimbulkan masalah-masalah sosial.
Penggunaan media-media sosial yang  dinikmati masyarakat tidak hanya menyuguhkan informasi yang akurat. Banyak juga modus-modus kejahatan, penipuan yang digencarkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Penyebaran informasi bohong (hoaks), vidio-vidio yang tidak layak ditonton, penyebaran paham yang meresahkan masyarakat menjadi masalah sosial yang sulit untuk ditangani secara nyata.
Selain itu, batas pengguna aplikasi-aplikasi tersebut tidak sepenuhnya terkontrol sehingga anak-anak dibawah umur telah melihat aksi yang seharusnya tidak mereka lihat. Kondisi seperti ini hampir meliputi setiap aktivitas yang terjadi di dunia maya. Akhirnya, mental-mental manusia saat ini secara perlahan mengalami perubahan, baik secara cepat maupun lambat.
Nilai-nilai sosial yang dulu sangat dielu-elukan seakan sudah hilang entah ke mana. Adat istiadat yang menjadi kontrol sosial seakan telah ditinggalkan oleh masyarakat muda. Mereka lebih mengedepankan rasionalisme dan egoisme dalam menyikapi sesuatu.
Ketika paham mereka tidak sampai maka emosi yang akan mencuat kepermukaan. Kemarahan, makian, cercaan, aksi brutal menjadi tontonan yang lumrah saat ini. Paling parah ketika nilai-nilai keislaman yang selama ini menjadi kebanggaan umat Islam perlahan diracuni oleh pemikiran-pemikiran yang bertujuan menyesatkan umat.
Istilah modern dijadikan sebagai dalih sedangkan agama dipandang sebagai sesuatu yang kolot alias ketinggalan zaman. Modern diakui ketika manusia saat ini mampu hidup seperti orang barat dalam segala aspek kehidupannya. Modern diakui jika mampu bersikap seperti yang dilakukan orang banyak, tidak lagi berdasarkan nilai agama atau nilai adat istiadat.
Kemunculan generasi (kaum) milenial saat ini dapat mengundang perhatian banyak kalangan, baik kalangan pendidikan, budayawan, sosiolog, dan agamawan. Hal ini karena generasi milenial memiliki karakteristik dan gaya hidup yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Kaum milenial ini sangat terbuka terhadap teknologi, misal saat ini hamper disetiap rumah memiliki televisi (berbagai chenal), smartphone (berisi aplikasi Facebook, youtube, twiter, instagram, whatshap, dan lain-lain.
Media sosial jika dimanfaatkan secara bijak maka banyak keuntungan yang bisa diperoleh bagi penggunanya. Melalui aplikasi-aplikasi yang ditawarkan, manusia saat ini dipermudah dalam proses komunikasi. Komunikasi tidak lagi tergantung kepada jarak tempuh dan waktu, dan biayanya lebih murah. Selain dampak negatif yang ditimbulkan, media sosial juga bisa dijadikan media pembelajaran, misalnya pemanfaatan vidio-vidio terkait materi yang diajarkan bisa kita dapatkan melalui aplikasi-aplikasi yang ditawarkan. Beragam tutorial tentang pembelajaran, pembangunan, keterampilan juga tersedia melalui aplikasi-aplikasi yang tersedia.
Kaum Millennial bukan hanya bicara soal masa kelahiran generasi baru, melainkan Milenial adalah gaya hidup. Generasi milenial adalah generai yang sudah pilihan sendiri tentang karakter dan gaya hidup (style), yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Kaum milenial menganggap kemajuan yang terjadi saat ini harus dimanfaatkan secara optimal. Kecanggihan media informasi, transportasi, dan teknologi menjawab segala kebutuhan manusia masa kini. Rugi jika tidak menjadi bagian dari kemajuan ini.
Melalui satu tombol yang tersedia dilayar komputer, handphone dan media elektronik lainnya pekerjaan manusia dipermudah. Pekerjaan yang dahulu dilakukan dalam hitungan jam, hari, bahkan minggu, saat ini sudah bisa dilakukan selama beberapa menit dengan menekan satu tombol. Kecanggihan seperti ini menjadi kebanggaan bagi generasi millennial yang sangat menikmati kecanggihan yang ada saat ini.
Proses pembelajaran yang zaman dahulu hanya dilakukan di sekolah dan pada jam-jam tertentu, saat ini pelajar sudah bisa mengakses melalui media yang ada tanpa ada batasan jam dan tempat. Buku-buku juga tidak hanya dalam bentuk kertas saja, saat ini sudah tersedia e-book. Begitu juga dengan besar kecilnya sebuah benda saat ini sudah bisa diinovasi dengan kelengkapan segala fitur-fiturnya.
Oleh sebab itu, aktivitas dakwah oleh para da’i (mubaligh, khatib, maupun cendikiawan), yang harus dilakukan terhadap generasi melenial melalui pendekatan agama, dan teknologi.
Dengan demikian, dakwah terhadap kaum melinial dapat dilakukan dengan berbagai pendeketan dan metode, antara lain sebagai berikut:
Pertama, Membangun tatanan kehidupan yang inklusif, yakni membangun kehidupan masyarakat, khususnya kaum melenial yang terbuka, transfaran, dan bertanggung jawab, baik lahir maupun bathin.
Kedua, Menegakan keadilan, yakni membangun kehidupan masyarakat, khususnya kaum melenial yang seimbang antara kebutuhan jasmani (biologis dan fisiologis) dan ruhani (spiritual).
Ketiga, Bersifat humanis, yakni membangun kehidupan masyarakat khususnya kaum melenial yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian yang beradab dan bermartabat.
Keempat, Memanfaatkan teknologi, yakni membangun kehidupan masyarakat khususnya kaum melenial berbasis teknologi yang dilandasi nilai-nilai Islam.
Dengan demikian, dakwah terhadap kaum melinial dapat dilakukan dengan berbagai pendeketan dan metode, antara lain sebagai berikut: (1) Inklusif; (2) Adil; (3) Humanis; (4) Teknologi.
Wallahu Alam

Selasa, 23 April 2019

Sistem Penilain Pada Pendidikan Menengah


Sistem Penilain Pada Pendidikan Menengah
Oleh: Ahmad Gojin


             

            
          PENDAHULUAN

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik.
Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, Bab VI, pasal 13 ayat 1 disebutkan, Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jalur formal yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah sekolah, nonformal adalah masyarakat dan informal adalah keluarga. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Kemudian masih dalam Undang-undang tersebut di atas, dalam Bab IV,  pasal 7, ayat 1 disebutkan, Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Selanjutnya pada bagian ketiga, pasal 8, dikemukakan, masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
            Jadi berkaitan dengan Undang-undang Sisdiknas tersebut terlihat jelas bahwa tidak hanya guru yang dapat berperan dalam penilaian/evaluasi pendidikan namun orang tua dan masyarakat pun memiliki posisi dan peran strategis yang diatur Undang-undang dalam pengendalian mutu pendidikan.
Namun ketika diturunkan dalam Permendikbud RI No 66 Tahun 2013, tentang Standar Penilaian Pendidikan, dalam setiap pasal dan ayat tidak terlihat peran dan keterlibatan orang tua serta masyarakat dalam proses penilaian pendidikan khususnya dalam penilaian sikap atau karakter. Padahal keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam penilaian pendidikan sangat penting diatur secara tekhnis oleh Undang-undang.
Adapun dalam menghadapi dan menanggulangi masalah seluruh warga sekolah terutama kepala sekolah harus mampu membagi tugas dan berpartisifasi dalam proses pengambilan keputusan. Kerjasama (team work) oleh seluruh warga sekolah akan timbul bila setiap warga sekolah memahami setiap apa yang harus dilakukan oleh kelompok dan dimana tempat dan serta apa fungsi setiap orang dalam pola ini.
Berdasar Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2010 pasal 1, ayat (15) Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang  menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP/MTs.
Sekolah Menengah Kejuruan sebagai bagian dari intitusi pendidikan tentunya berkewajiban menerapkan PP tersebut dalam mengelola institusinya. Pertanyaan mendasarnya tentu saja bagaimana caranya?
Sekolah membutuhkan sebuah sistem yang telah terbukti mampu (proven) memayungi kriteria serta kebijakan institusi sekolah serta menstandarisasi proses pengelolaan, pemeliharaan serta peningkatan mutu sekolah.
Pasal 58 B, ayat 1 dan 2 PP No. 66 Tahun 2010 yang berbunyi ; Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan  dasar, dan/atau pendidikan menengah   yang   diselenggarakan oleh Pemerintah   atau   pemerintah   daerah menggunakan tata kelola sebagai berikut:: (a) kepala sekolah atau madrasah menjalankan manajemen berbasis sekolah/madrasah untuk dan  atas  nama Gubernur Bupati, Walikota dan Menteri Agama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penilaian memiliki arti penting yaitu sebagai alat untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Selain itu, secara makro dalam kerangka evaluasi pendidikan, hasil dari penilaian ini merupakan salah satu alat untuk mengendalikan, menjamin, dan menetapkan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan.
 Selain itu dalam dokumen Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI), Nomor 66 tahun 2013, tentang Standar Penilaian Pendidikan Bab II, poin C, nomor 1 tentang Ruang Lingkup Penilaian, disebutkan
Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses.
Dari peraturan pemerintah tersebut di atas, kompetensi sikap merupakan bagian dari penilaian yang menjadi alasan utama perubahan kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 (Kurtilas). Seperti yang kita ketahui dalam dokumen Kurtilas tidak ditemukan istilah karakter tapi yang ditemukan adalah istilah kompetensi sikap.
Namun, kompetensi sikap menurut penulis memiliki relevansi dengan pendidikan karakter dan pendidikan akhlak. Seperti yang dijelaskan kamus Besar Bahasa Indonesia, sikap diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak. Kemudian karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.
Menurut Tadkiroatun Musfiroh  dalam Aan Hasanah, karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivation), dan keterampilan (skills).

Sementara akhlak menurut para pemikir muslim, menunjukan kondisi jiwa yang menimbulkan perbuatan atau perilaku secara spontan. Dari ketiga terminologi mengenai sikap, karakter dan akhlak tersebut, ada titik persamaan diantara ketiganya bahwa ketiga istilah tersebut berkaitan dengan kondisi kejiwaan, perilaku dan tindakan.
Kompetensi sikap ini adalah hal yang sangat penting untuk dikembangkan. Perkembangan kompetensi sikap yang baik akan berimplikasi terhadap perkembangan kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan.
Perkembangan kompetensi sikap ini merupakan jaminan dari perkembangan karakter bangsa yang berimplikasi pada meningkatnya citra dan harga diri bangsa Indonesia di mata dunia.

PEMBAHASAN

          A.       Pengertian Penilaian Pendidikan Menengah

Proses pendidikan dalam sistem pendidikan di Indonesia pada umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi sebagai upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa alasan, antara lain sebagai berikut: (a) potensi peserta didik berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika stimulusnya tepat; (b) mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni dan olah raga, serta kecakapan hidup (life skill); (c) persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil; (d) persaingan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) produk lembaga pendidikan, dan (e) persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas mengenai standar kompetensi lulusan.
Menurut Groulund penilaian adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, interpretasi informasi/data untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. Hopkins dan Antes berpendapat bahwa penilaian adalah pemeriksaan secara terus-menerus untuk mendapatkan informasi yang meliputi guru, siswa, program pendidikan, dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa serta efektivitas program.
Penilaian adalah suatu proses sistematis yang mengandung pengumpulan informasi, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi tersebut untuk membuat keputusan-keputusan. Dengan kata lain, keputusan pendidikan dibuat berdasarkan hasil analisisdan interpretasi atas informasi yang terkumpul. Informasi yang dikumpulkan dapat dalam bentuk angka melalui tes, dan atau deskripsi verbal (melalui observasi).
            Evaluasi merupakan pengukuran ketercapaian program pendidikan, perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk didalamnya kurikulum dan pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan, dan reformasi pendidikan secara keseluruhan.
            Penilaian berbasis kelas menggunakan pengertian penilaian sebagai “assessment” yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar siswa pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan belajar mengajar. Data atau informasi dari penilaian berbasis kelas merupakan salah satu bukti yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan.

             B. Tujuan dan Fungsi Penilaian Pendidikan Menengah

Pada kegiatan penilian (evaluasi) pembelajaran, pihak-pihak pendidikan (sekolah) melakukan penilaian terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Dalam kegiatan menilai itu lah pendidik dapat menemukan bagaimana proses berlangsungnya pembelajaran serta sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Sehingga kemudian dapat menemukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berikutnya. Melalui kegiatan mengevaluasi pembelajaran ini kemudian dapat dilakukan upaya perbaikan pembelajaran.
Tujuan evaluasi pendidikan adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi bertujuan mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidik bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. 
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi ditekankan pada penguasaan sikap, keterampilan dan pengetahuan-pemahaman yang berorientasi pada pencapaian al-insan al-kamil. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara garis besar meliputi empat hal, yaitu:  (1) Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya; (2) Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat; (3) Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitar; dan (4) Sikap dan pandangan terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah SWT, anggota masyarakat serta khalifah-Nya.
Dari keempat dasar tersebut, dapat dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis, yaitu:
1) Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah Swt. dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
2) Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat, seperti akhlak yang mulia dan disiplin.
3) Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada.
4) Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah Swt. dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
Sedangkan secara filosofis fungsi evaluasi selain menilai dan mengukur juga memotivasi serta memacu peserta didik agar lebih bersungguh-sungguh dan sukses dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan Islam. 
Fungsi evaluasi pendidikan Islam adalah sebagai umpan balik (feed back) terhadap kegiatan pendidikan, antara lain:
1) Ishlah yaitu perbaikan terhadap semua komponen-komponen pendidikan, termasuk perilaku, wawasan dan kebiasaan-kebiasaan.
2) Tazkiyah yaitu penyucian terhadap semua komponen-komponen pendidikan.
3) Tajdid yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan.
4) Al-Dakhil yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua murid berupa rapor, ijazah, piagam dan sebagainya.
A.  Prinsip dan Pendekatan Penilaian
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai oleh peserta didik.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasa pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan criteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan criteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik peserta didik.
C. Sasaran, Teknik, dan Instrumen Penilaian Pendidikan Menengah
1. Sasaran Penilaian
Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam menilai adalah menetapkan apa yang menjadi sasaran penilaian tersebut. Sasaran penilaian sangat penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun instrument penilaian.
Syaiful Bahri Djamarah menyebutkan bahwa sasaran pokok penilaian karakter, yaitu: Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan peserta didik sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
2. Teknik Penilaian
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui beberapa tekhnik sebagai berikut:
1. Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
2. Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
3. Penilaian antarpeserta didik/ penilaian teman sejawat (peer evaluation) merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
4. Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
3. Instrumen Penilaian 
Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
Penilaian tersebut menggunakan istilah sebagai berikut:
1. MK/A = Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara  konsisten)
2. MB/B = Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten)
3. MT/C = Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten)
4. BT/D = Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).
            C.       Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian Pendidikan Menengah
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 tahun 2013, pasal 1, ayat 24, menyebutkan, penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Penilaian tersebut mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah atau madrasah, yang diuraikan sebagai berikut:
1. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran.
2. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk penugasan perseorangan dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya pada sikap/perilaku dan keterampilan.
4. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
5.  Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodic untuk menilai kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
6. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8-9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
7. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh  pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik diakhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
8. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.
9. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.
10. Ujian Nasional (UN) merupakan kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara nasional.
11. Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada Ujian Nasional (UN), dilakukan oleh satuan pendidikan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh informasi tentang berhasil tidaknya suatu proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara terus-menerus, sehingga dapat diambil keputusan sesuai dengan tolak ukur yang berlaku atau yang telah ditetapkan.
Sementara penilaian karakter atau sikap adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh informasi tentang baik buruknya perilaku siswa yang dituangkan dalam instrument observasi, jurnal, penilaian diri dan penilaian sejawat.
Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman penyekoran sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih.
2. Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran dan diakhiri dengan nontes untuk penilaian sikap. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
3. Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam tema tersebut.
4. Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan (feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.
Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang ditentukan.
Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru kelas.
SIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh informasi tentang tinggi dan rendah hasil belajar siswa yang dituangkan dalam instrument observasi, jurnal, penilaian diri dan penilaian sejawat.
2.      Penilaian bertujuan untuk menjamin: perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip- prinsip penilaian; pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
3.      Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip: objektif, terpadu, ekonomis, transparan, akuntabel dan edukatif.
4.      Sasaran pokok penilaian karakter, yaitu: Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan peserta didik sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
5.      Pendidik melakukan penilaian karakter/kompetensi sikap melalui tekhnik: observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. 
Daftar Pustaka 

Arikunto, Suharsimi Arikunto. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
 Bumi Aksara.
Furqon. 2001. Evaluasi Belajar di Sekolah. Mimbar Pendidikan No. 3 Tahun          XX, Bandung: UPI.
Hasan Langgulung. 1985. Pendidikan dan peradaban Islam, al-Hasan. Jakarta:
 Indonesia.
Hasan, S. Hamid. 1988. Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Depdikbud, Dikti, Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan.
Hasanah,  Aan.  2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Insan
 Komunika.
Ramayulis. 1996. Teknik Evaluasi Pendidikan agama Islam di Madrasah, (Makalah),
 Fak. Tarbiyah IAIN Batusangkar.
Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif Suatu
 Pendekatan Teoretis Psikologis, Jakarta: Rieneka Cipta.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Manajemen Sekolah Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala
 Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya,  Jakarta: Rajawali Press.
Sauri, Sofyan. 2013. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Bandung: Rizqi
 Press.
Syaibany, Omaar Mohammad al-Toumu M. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, (terj.),
 Hasan Langgulung, Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang.