Kamis, 18 Juni 2015

Kualitas Mursyid Dalam Thariqah



Kualitas Mursyid Dalam Thariqah
Oleh: Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis: Dosen UIN Bandung Dan STID Sirnarasa Ciamis-Jawa Barat)

Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka ia benar-benar mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang disesatkan, maka orang itu tidak akan pernah engkau dapatkan seorang mursyid (pemimpin) yang mampu memberi petunjuk kepadanya. (Al-Kahfi (18): 17)
Fungsi dan kedudukan mursyid dalam thariqat menempati posisi penting dan menentukan. Seorang mursyid bukan hanya memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya baik lahir dan bathin, tapi juga senantisa memelihara dan mencegah dirinya dari hal-hal yang dapat menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus kedalam maksiat, seperti berbuat dosa besar atau dosa kecil. Selain itu ia juga, memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syara’ dan melaksanakan amal-amal sunnah agar selalu mendekatkan (taqarub) diri kepada Allah SWT guna mendapatkan ridla Allah SWT. Oleh sebab itu seorang mursyid pada hakikatnya adalah sahabat rohani yang sangat akrab sekali dengan rohani muridnya yang bersama-sama tak bercerai-cerai, seirama dan sejalan dalam melaksanakan zikrullah (mengingat Allah) dan ibadat lainnya menuju ke hadirat Allah SWT. Persahabatan itu tidak saja semasa hidup di dunia, tetapi persahabatan rohaniah ini tetap berlanjut sampai ke akhirat, walaupun salah seorang telah mendahului berpulang ke rahmatullah, dan telah sederetan duduknya dengan para wali Allah yang shaleh.
Term mursyid berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk ism fa’il (Inggris, present participle) dari kata kerja arsyada yursyidu yang secara bahasa (etimologi) berarti pembimbing, guru, pemimpin, petunjuk jalan. Kata tersebut diambil dari kata rasyad, artinya hal memperoleh petunjuk atau kebenaran atau dari kata rusyd dan rasyada, berarti hal mengikuti jalan yang benar atau lurus. Dengan demikian, makna mursyid adalah orang yang membimbing atau menunjuki jalan yang lurus. Dan dalam al-Quran kata mursyid muncul dalam konteks hidayah (petunjuk) yang diposisikan dengan kata dhalalah (kesesatan), dan ditampilkan untuk menyipati seorang wali yang oleh Tuhan dijadikan sebagai khalifah-Nya yang berfungsi sebagai seseorang untuk memberikan petunjuk kepada manusia (lihat QS. Al-Kahfi (18): 17).
Sedangkan dalam konteks tasawuf atau tarekat kata mursyid sering digunakan dengan istilah Syaikh yang diterjemahkan dengan guru. Istilah mursyid secara khusus pada kalangan sufi dan ahli thareqat itu adalah orang yang pernah membaiat dan menalqin atau mengajari kepada murid tentang teknik-teknik bermunajat kepada Allah berupa teknik dzikir atau beramalan-amalan shaleh. Mursyid adalah guru yang membimbing kepada murid untuk berjalan menuju Allah SWT dengan menapaki jalannya. Dengan bimbingan guru itu, murid meningkat derajatnya di sisi Allah, mencapai Rijal-Allah, dengan berbekal ilmu syariat dan ilmu hakikat yang diperkuat oleh al Qur’an dan as sunah serta mengikuti jejak ulama pewaris nabi dan ulama yang telah terdidik oleh mursyid sebelumnya dan mendapat izin dari guru di atasnya untuk mengajar umat. Guru yang dimaksud adalah guru yang hidup sezaman dengan murid dan mempunyai tali keguruan sampai nabi Muhammad Saw. Guru yang demikian itu adalah yang sudah Arif Billah, tali penyambung murid kepada Allah, dan merupakan pintu bagi murid masuk kepada istana Allah. Dengan demikian fungsi mursyid merupakan faktor yang penting bagi murid (salik) untuk mengantarkannya menuju diterimanya taubat dan dibebaskannya dari kelalaian kepada Allah SWT. Dan dalam perjalanannya menuju Allah SWT, seorang murid wajib baginya menggunakan mursyid atau pembimbing. Syekh Abu Yazid al Busthomi berkata:
Orang yang tidak mempunyai syeikh atau mursyid, maka syekh atau mursyidnya itu adalah syetan.
Muhammad Amin al Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub fi mu’amalati ‘alamil ghulub menjelaskan bahwa pada saat murid ingin meniti jalan menuju Allah (thariqah-Allah), ia harus bangkit dari kelalaian. Perjalanan itu harus didahului dengan taubat dan segala dosa kemudian ia melakukan amal shaleh. Setelah itu ia harus mencari seorang guru mursyid yang ahli keruhanian yang mengetahui penyakit-penyakit kejiwaan dari murid-muridnya. Guru tersebut yang hidup semasa dengannya, yaitu seorang guru yang terus meningkatkan dirinya pada kedudukan kesempurnaan, baik secara syariat maupun hakikat. Perilakunya juga sejalan dengan al Qur’an dan al Sunnah serta mengikuti jejak langkah para ulama pendahulunya. Secara berantai hingga kepada Nabi SAW. Gurunya itu juga telah mendapat lisensi atau izin dari kakek gurunya untuk menjadi seorang mursyid dan pembimbing keruhanian kepada Allah SWT, sehingga murid berhasil diantarkan kepada maqam-maqam dalam tasawuf dan thariqat. Penentuan guru ini juga tidak boleh atas dasar kebodohan dan mengikuti nafsu.
Sebelum ia menjadi mursyid yang arif bi-Allah, seseorang harus mendapat tarbiah (pendidikan) dari guru yang selalu mengawasi perkembangan ruhani murid, sehingga murid mencapai maqam shiddiq (benar). Kemudian diizinkan oleh guru untuk membaiat kepada calon murid yang lain dan mengajari mereka.
Tampilnya menjadi mursyid itu bukan kehendak dirinya, tapi kehendak gurunya. Oleh sebab itu, orang yang memunculkan dirinya sebagai mursyid tanpa seizin guru maka ia sangat membahayakan bagi murid-muridnya. Murid yang di bawah bimbingannya itu akan mengalami kesesatan. Hal ini berarti, ia adalah mursyid palsu yang akan menjadi penghalang muridnya menuju Allah dan dosa-dosa mereka akan ditanggung oleh mursyid tersebut.
Dari penjelasan di atas, seorang mursyid semestinya adalah orang yang tergolong ulama, guru, syekh, dan pemimpin umat yang kamil lagi mukammi,  yakni memiliki kepribadian yang bersih, arif terhadap ilmu dan berakhlak yang terpuji, serta mampu menyempurnakan akhlak murid-muridnya kearah akhlak mahmudah. Seorang mursyid harus memiliki keyakinan yang kokoh, menjadi kekasih Tuhan, membawa berkah serta rahmat bagi segenap murid-muridnya. Ia mengetahui berbagai penyakit ruhani dan jasmani muridnya, mampu menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut dan juga mampu mengajarkan teknik-teknik penyembuhan dan pengobati jasmani dan ruhani mereka. Selain itu, ia juga mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang rumit yang membelenggu, memiliki karamah dan maunah yang diberikan oleh Allah kepadanya.
Idealnya seorang guru mursyid atau syaikh dalam thariqat memenuhi kemampuan-kemampuan dan harapan di mata muridnya sebagai berikut:
a.   Syaikh al Iradah, yaitu tingkat tertinggi dalam thariqat yang iradahnya (kehendaknya) telah bercampur dan bergabung dengan hukum Allah, sehingga pengaruh dari syaikh tersebut bagi orang yang meminta petunjuk padanya menyerahkan jiwa dan raganya secara total.
b.   Syaikh al Iqtida’, yaitu guru yang perilakunya dapat ditiru dan dicontoh oleh murid-muridnya, demikian pula perkataan dan perbuatannya harus menjadi teladan bagi mereka.
c.   Syaikh at Tabarruk, yaitu guru yang selalu dikunjungi oleh orang-orang yang meminta petunjuk, sehingga berkahnya melimpah kepada mereka.
d.  Syaikh al Intisab, ialah guru yang selalu membimbing bagi umat, maka orang yang meminta petunjuknya akan beruntung, lantaran bergantung kepadanya. Dalam hubungan ini orang itu akan menjadi khadamnya (pembantunya) yang setia, serta rela menerima berbagai perintahnya yang berkaitan dengan tugas-tugas keduniaan.
e.   Syaikh at Talqin, adalah guru keruhanian yang mengajar setiap individu anggota thariqat dengan berbagai do’a atau wirid yang selalu harus diulang-ulang.
f.    Syaikh at Tarbiyah, adalah guru yang melaksanakan urusan-urusan tertentu bagi salik pemula dari pengamal thariqat.
Adapun fungsi dan peranan guru yang kita kenal dalam dunia pendidikan formal maupun non formal adalah sebagai transfer of knowledge (mengisi pengetahuan) dan ia mengajarkan pada murid-muridnya ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Sedangkan pendidikan yang diajarkan mursyid kepada muridnya adalah transfer of spiritual (mengisi ruhani), yakni Iman dan Takwa (Imtak). Walaupun fungsi mursyid itu sama dengan fungsi guru dalam dunia pendidikan yaitu pemimpin, pembimbing dan pembina murid-muridnya, namun ranahnya berbeda, dimana seorang mursyid ranah yang diisi adalah ruhani yang sangat halus yang berpusat pada kalbu (hati), yang sifatnya tidak kelihatan, gaib atau metafisik.
Berdasarkan terminologi ketentuan dan kreteria mursyid di atas,  maka tidak semua orang bisa menjadi mursyid. Seorang mursyid memiliki tanggung jawab yang sangat berat. Oleh karenanya seorang mursyid menurut Muhammad Amin al Kurdi sekurang-kurangnya harus memiliki kriteria dan adab sebagai berikut:
a.  Alim, yakni ia seorang ahli di dalam memberikan irsyadat (tuntunan) kepada para muridnya dalam masalah tauhid, syariat, fiqih, dan akhlak serta membuang segala prasangka dan keraguan dari hati para muridnya mengenai persoalan tersebut.
b.  Arif, yakni bijasana, lapang dada serta memiliki kesucian hati, akhlak (etika), ketulusan jiwa dan mengetahui penyakit dan mengetahui cara menyembuhkan murid-muridnya.
c.  Rahmah, yakni kasih sayang terhadap sesama muslim, terutama mereka yang menjadi muridnya.
e.  Amanah, yakni selalu memegang teguh amanah gurunya dan disampaikan kepada murid-muridnya, tidak menggunakan harta benda mereka dalam bentuk dan kesempatan apapun dan juga tidak menginginkan apa mereka miliki, kecuali ridha Allah.
Dengan demikian, kreteria serta syarat-syarat bagi seorang mursyid sangat berat. Sehingga kalau seorang mursyid itu sendiri ditanya, apakah kamu telah memenuhi kreteria dan syarat mursyid? Maka jawabnya pasti adalah sangat berat untuk mengatakan ya, atau kalau mau jawaban yang singkat, ia akan mengatakan tidak tahu. Karena sebenarnya bukan ia sendiri yang menilai kualitas dirinya, kecuali Allah SWT dan umatnya. Begitulah beratnya kriteria bagi seorang mursyid namun dia tentunya akan berusaha sekuat tenaga, sepenuh jiwa dan hati melaksanakan tugas-tugasnya itu. Dia harus selalu siap perintah Allah dan Rasul dan gurunya, yaitu mendawamkan dzikrullah kapan dan dimanapun secara sungguh-sungguh. Jadi hanya Allah dan Umat yang dapat menilai terhadap kualitas diri seorang mursyid.


.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar