Ramadhan Sebagai Media Dalam Meningkatkan Kualitas Diri
Oleh: Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis: Dosen UIN Bandung dan STID Sirnarasa
Ciamis-Jawa Barat)
Marhaban ya Ramadhan…..!
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada
orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa (QS.
Al-Baqarah (2): 183).
Bulan Ramadhan merupakan nama kesembilan dalam
kalender Islam, yang merupakan kata dari bahasa Arab, dari kata dasar Ramda
, artinya semakin panas karena
panas yang terus menerus dan tanah yang menjadi semakin panas sedemikian rupa.
Jadi kata ramadhan artinya membakar,
yakni untuk membakar bagi pejalan kaki di tanah dibawah terik
matahari yang sangat panas menyengat. Alasan mengapa bulan suci ini disebut ramadhan
adalah karena ia membakar segala dosa manusia. Pada bulan Ramadhan, seorang
muslim yang berpuasa menahan panas karena kelaparan dan haus dan panasnya puasa
membakar berbagai dosa.
Selain
itu, istilah ramadhan juga berarti mengasah, karena masyarakat Jahiliyah
pada bulan itu mengasah alat-alat perang (pedang, golok, dan peralatan lainnya)
untuk menghadapi perang pada bulan berikutnya. Dengan demikian, ramadhan dapat
dimaknai sebagai bulan untuk mengasah jiwa, mengasah ketajaman
pikiran dan kejernihan hati, sehingga dapat membakar sifat-sifat
tercela dan lemak-lemak dosa yang ada dalam diri kita. Kata ramadhan juga berarti
hujan. Istilah itu berasal dari kata dasar Ramadiyu yang
berarti hujan yang terlihat pada akhir musim panas , pada awal musim
gugur dan membersihkan bumi dari debu. Seperti hujan yang mencuci
permukaan bumi, bulan Ramadhan mensucikan dan membersihkan orang beriman dari segala
dosa dan maksiat.
Bukan hal yang baru, apabila setiap menjelang bulan suci Ramadhan,
para pemilik tempat-tempat hiburan di seantero Nusantara dibuat was-was dan
ketakutan. Bukan oleh adanya peraturan daerah yang melarang dibukanya tempat
hiburan tersebut atau pembatasan jam operasionalnya, namun tidak lebih pada
maraknya tindakan penertiban tempat hiburan oleh sebuah organisasi masyarakat
berbasis keagamaan, seperti Forum Pembela Islam (FPI) atau lembaga islam
lainnya. Puasa, bukan sekedar kewajiban tahunan, dengan menahan lapar dan
berbuka, kemudian setelah itu hampir tidak berbekas dalam jiwa ataupun dalam
perilaku dalam bersosialisasi di masyarakat, namun puasa lebih kepada kewajiban
yang mampu menggugah moral, akhlak, dan kepedulian kepada hal sosial
kemasyarakatan. Puasa merupakan kewajiban yang universal, dan sebagai orang
yang beragama Islam, maka perlu diyakini bahwa puasa merupakan kewajiban yang
disyariatkan untuk setiap muslim/mukmin, seperti layaknya sebagai umat dari
Nabi Muhammad SAW.
Puasa, merupakan satu cara untuk mendidik individu dan masyarakat
untuk tetap mengontrol keinginan dan kesenangan dalam dirinya walaupun
diperbolehkan. Dengan berpuasa seseorang dengan sadar akan meninggalkan makan
dan minum sehingga lebih dapat menahan segala nafsu dan lebih bersabar untuk
menahan emosi, walaupun mungkin terasa berat melakukannya. Puasa menurut Islam
lebih universal, dan bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum,
namun juga menahan diri dari semua hal yang dilarang oleh Allah, seperti contoh
bertahan dari godaan maksiat dan menjauhi perbuatan keji, juga menjauhi perbuatan
yang tidak terpuji lahir dan batin. Puasa di bulan Ramadhan, merupakan bulan
untuk perenungan dan instropeksi mengenai perilaku diri, dan sekaligus mengakui
kelebihan dari orang lain. Oleh karena sedang berpuasa, maka mulut akan terjaga
dari kata-kata kotor, caci maki, mengumbar aib orang dan berusaha untuk tidak
menyakiti perasaan orang lain. Puasa juga merupakan kewajiban yang konkret
sebagai pembina suatu kebersamaan dan kasih sayang antar sesama. Sesama orang
Islam akan merasakan lapar, haus, kenyang, dan sulitnya menahan emosi dan
amarah diri. Puasa dalam satu bulan, seharusnya dapat membawa dampak positif
berupa rasa solidaritas dan kepedulian antar saudara, rasa kemanusiaan yang
mendalam atas penderitaan sesama manusia. Perasaan sama-sama lapar, haus,
kesabaran yang lebih, dan kesucian pikiran juga kata-kata, mampu membuat
manusia memiliki rasa kebersamaan dalam masyarakat, dan menghasilkan cinta
kasih antar sesama tanpa memandang latar belakang, warna kulit, dan agama.
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik benang merahnya
bahwa “makna” dari puasa ramadhan
adalah sebagai berikut:
Pertama, shar al-Tarbiyah Nafsi (bulan pendidikan diri), yakni puasa
ramadhan mendidik diri kita jasmani dan rahani ketika sedang menjalani ibadah
berpuasa dan dalam menjalani kehidupan ini selalu menanamkan sifat ikhlas, sabar,
tabah, rasa lapar serta dahaga dan lain-lain. Kedua, shar al-Muhasabah
(bulan evaluasi), yakni puasa ramadhan merupakan momentum bagi kita sebagai
ajang introspeksi diri. Paling tidak kita mesti dapat menjawab tiga pertanyaan,
berikut: who (siapa diri kita), where (sedang
dimana kita), when (kapan kita kembali), atau yang disingkat dengan 3W.
Ketiga, shar al-idarah (bulan manajemen), yakni puasa ramadhan merupakan
kesempatan untuk mengelola (memanej) segala aktivitas diri kita, terutama yang
berkaiatan dengan masalah waktu; misalnya kapan kita bekerja, istirahat, makan,
tidur dan sebagainya. Semua aktivitas tersebut memerlukan pengelolaan secara
cermat dan tepat.
Dengan demikian, supaya puasa ramadhan tahun ini lebih
bermakna dan lebih bernilai, maka kita mesti menyiapikan jasmani dan rahani untuk
terjun di medan perjuangan yang penuh tantangan dengan mengelola (memanej) diri
dalam berbagai aktivitas yang kita lakukan, baik ketika sedang menjalankan
ibadah shaum ramadhan muapun setelah bulan ramadhan. Sehingga kita dapat meraih
“prestasi” yang sangat tinggi dalam
pandangan Allah, yakni taqwa.
Wa-Allahu ‘Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar