Jumat, 19 Juni 2015

Transformasi Ramadhan



Ramadhan Sebagai Media Dalam Meningkatkan Kualitas Diri
Oleh: Drs. AHMAD GOJIN, M.Ag
(Penulis: Dosen UIN Bandung dan STID Sirnarasa Ciamis-Jawa Barat)


Marhaban ya Ramadhan…..!
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah (2): 183).  
Bulan Ramadhan merupakan nama kesembilan dalam kalender Islam, yang merupakan kata dari bahasa Arab, dari kata dasar Ramda , artinya semakin panas karena panas yang terus menerus dan tanah yang menjadi semakin panas sedemikian rupa. Jadi kata ramadhan artinya  membakar, yakni untuk membakar bagi pejalan  kaki  di tanah dibawah terik matahari yang sangat panas menyengat. Alasan mengapa bulan suci ini disebut ramadhan adalah karena ia membakar segala dosa manusia. Pada bulan Ramadhan, seorang muslim yang berpuasa menahan panas karena kelaparan dan haus dan panasnya puasa membakar  berbagai dosa.
Selain itu, istilah ramadhan juga berarti mengasah, karena masyarakat Jahiliyah pada bulan itu mengasah alat-alat perang (pedang, golok, dan peralatan lainnya) untuk menghadapi perang pada bulan berikutnya. Dengan demikian, ramadhan dapat dimaknai sebagai bulan untuk mengasah jiwa, mengasah ketajaman pikiran dan kejernihan hati, sehingga dapat membakar sifat-sifat tercela dan lemak-lemak dosa yang ada dalam diri kita. Kata ramadhan juga berarti hujan. Istilah itu berasal dari kata dasar Ramadiyu yang berarti hujan yang terlihat pada akhir musim panas , pada awal musim gugur dan membersihkan bumi dari debu. Seperti hujan  yang mencuci permukaan bumi, bulan Ramadhan mensucikan dan membersihkan orang beriman dari segala dosa dan maksiat.
Bukan hal yang baru, apabila setiap menjelang bulan suci Ramadhan, para pemilik tempat-tempat hiburan di seantero Nusantara dibuat was-was dan ketakutan. Bukan oleh adanya peraturan daerah yang melarang dibukanya tempat hiburan tersebut atau pembatasan jam operasionalnya, namun tidak lebih pada maraknya tindakan penertiban tempat hiburan oleh sebuah organisasi masyarakat berbasis keagamaan, seperti Forum Pembela Islam (FPI) atau lembaga islam lainnya. Puasa, bukan sekedar kewajiban tahunan, dengan menahan lapar dan berbuka, kemudian setelah itu hampir tidak berbekas dalam jiwa ataupun dalam perilaku dalam bersosialisasi di masyarakat, namun puasa lebih kepada kewajiban yang mampu menggugah moral, akhlak, dan kepedulian kepada hal sosial kemasyarakatan. Puasa merupakan kewajiban yang universal, dan sebagai orang yang beragama Islam, maka perlu diyakini bahwa puasa merupakan kewajiban yang disyariatkan untuk setiap muslim/mukmin, seperti layaknya sebagai umat dari Nabi Muhammad SAW.
Puasa, merupakan satu cara untuk mendidik individu dan masyarakat untuk tetap mengontrol keinginan dan kesenangan dalam dirinya walaupun diperbolehkan. Dengan berpuasa seseorang dengan sadar akan meninggalkan makan dan minum sehingga lebih dapat menahan segala nafsu dan lebih bersabar untuk menahan emosi, walaupun mungkin terasa berat melakukannya. Puasa menurut Islam lebih universal, dan bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum, namun juga menahan diri dari semua hal yang dilarang oleh Allah, seperti contoh bertahan dari godaan maksiat dan menjauhi perbuatan keji, juga menjauhi perbuatan yang tidak terpuji lahir dan batin. Puasa di bulan Ramadhan, merupakan bulan untuk perenungan dan instropeksi mengenai perilaku diri, dan sekaligus mengakui kelebihan dari orang lain. Oleh karena sedang berpuasa, maka mulut akan terjaga dari kata-kata kotor, caci maki, mengumbar aib orang dan berusaha untuk tidak menyakiti perasaan orang lain. Puasa juga merupakan kewajiban yang konkret sebagai pembina suatu kebersamaan dan kasih sayang antar sesama. Sesama orang Islam akan merasakan lapar, haus, kenyang, dan sulitnya menahan emosi dan amarah diri. Puasa dalam satu bulan, seharusnya dapat membawa dampak positif berupa rasa solidaritas dan kepedulian antar saudara, rasa kemanusiaan yang mendalam atas penderitaan sesama manusia. Perasaan sama-sama lapar, haus, kesabaran yang lebih, dan kesucian pikiran juga kata-kata, mampu membuat manusia memiliki rasa kebersamaan dalam masyarakat, dan menghasilkan cinta kasih antar sesama tanpa memandang latar belakang, warna kulit, dan agama.
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa “makna” dari puasa ramadhan adalah sebagai berikut:
Pertama, shar al-Tarbiyah Nafsi (bulan pendidikan diri), yakni puasa ramadhan mendidik diri kita jasmani dan rahani ketika sedang menjalani ibadah berpuasa dan dalam menjalani kehidupan ini selalu menanamkan sifat ikhlas, sabar, tabah, rasa lapar serta dahaga dan lain-lain. Kedua, shar al-Muhasabah (bulan evaluasi), yakni puasa ramadhan merupakan momentum bagi kita sebagai ajang introspeksi diri. Paling tidak kita mesti dapat menjawab tiga pertanyaan, berikut:  who (siapa diri kita), where (sedang dimana kita), when (kapan kita kembali), atau yang disingkat dengan 3W.
Ketiga, shar al-idarah (bulan manajemen), yakni puasa ramadhan merupakan kesempatan untuk mengelola (memanej) segala aktivitas diri kita, terutama yang berkaiatan dengan masalah waktu; misalnya kapan kita bekerja, istirahat, makan, tidur dan sebagainya. Semua aktivitas tersebut memerlukan pengelolaan secara cermat dan tepat.
Dengan demikian, supaya puasa ramadhan tahun ini lebih bermakna dan lebih bernilai, maka kita mesti menyiapikan jasmani dan rahani untuk terjun di medan perjuangan yang penuh tantangan dengan mengelola (memanej) diri dalam berbagai aktivitas yang kita lakukan, baik ketika sedang menjalankan ibadah shaum ramadhan muapun setelah bulan ramadhan. Sehingga kita dapat meraih “prestasi” yang sangat tinggi dalam pandangan Allah, yakni taqwa.
Wa-Allahu ‘Alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar