KEBIJAKAN PENDIDIKAN MENENGAH DI INDONESIA
Oleh:
AHMAD GOJIN
PENDAHULUAN
Awal abad ke-20 perhatian ahli ilmu politik banyak yang
tertuju pada lembaga-lembaga pemerintahan beserta struktur-strukturnya. Para
ahli ilmu politik yang memusatkan perhatian pada lembaga dan struktur
pemerintahan kemudian dikenal berada dalam aliran kelembagaan atau
institusionalisme.
Sebagai jawaban atas ketidakpuasan terhadap aliran
institusionalisme, maka muncullah aliran behavioristik. Penganut aliran ini
berasumsi bahwa untuk mempelajari politik haruslah sekaligus mempelajari
interaksi individu-individu, kelompok-kelompok, individu-kelompok, baik dalam
lembaga politik maupun yang berada di luarnya.
Perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa para ahli ilmu
politik kemudian tidak puas dengan pendekatan-pendekatan yang dikembangkan
olehbehavioristik. Studi mengenai politik dan kebijaksanaan, tak mungkin
sekedar meminjam pendekatan dari ilmu-ilmu sosial. Studi mengenai politik,
terlebih mengenai kebijaksanaan haruslah pula memahami sejarah hukum, politik
bahkan filsafat moral.
Di Era Modern sekarang ini, kajian kebijaksanaan publik menjadi
pusat perhatian besar, bahkan sama besarnya dengan studi mengenai politik. Atau
sejak era ini, studi mengenai kebijaksanaan publik menjadi sebuah studi yang
otonom, berdiri sendiri, terpisah dari studi sebagaimana yang dikembangkan oleh
ahli-ahli politik. Jurnal-jurnal mengenai kebijaksanaan publik, banyak
bermunculan, bahkan termasuk jurusan-jurusan di universitas yang membidangi
kebijaksanaan publik.
Kebijakan pendidikan adalah konsep
yang sering kita dengar, kita ucapkan, kita lakukan, tetapi seringkali tidak
kita pahami sepenuhnya oleh karena itu, kita lihat terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan kebijakan pendidikan. Kedua kata itu mempunyai makna yang
begitu luas dan bermacam- macam, sehingga perlu ada kesepakatan terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan kedua istilah tersebut.
Landasan utama yang mendasari suatu
kebijakan adalah pertimbangan akal. Tentunya suatu kebijakan bukan semata- mata
merupakan hasil pertimbangan akal manusia. Namun demikian, akal manusia merupakan
unsur yang dominan di dalam mengambil keputusan dari berbagai opsi dalam
pengambilan keputusan kebijakan.
Suatu kebijaksanaan lebih menekankan
kepada faktor- faktor emosional dan irasional. Bukan berarti bahwa suatu
kebijaksanaan tidak mengandung unsur- unsur rasional. Barangkali faktor- faktor
rasional tersebut belum tercapai pada saat itu atau merupakan intuisi.
Fungsi pendidikan nasional menurut
Undang- Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal adalah
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pendidikan merupakan modal utama
yang harus dimiliki setiap manusia, hal ini menjadi penting karena pada
dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak akan pernah selesai
sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan
demikian, karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban
manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki
potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya.
Perkembangan
dunia pendidikan di Indonesia saat ini telah banyak mengalami perubahan dan
kemajuan, tentu saja proses perubahan dan kemajuan tersebut banyak sekali
faktor yang mempengaruhi, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah landasan
pendidikan yang digunakan. Tanpa adanya landasan maka pendidikan tidak akan
mempunyai pijakan atau pondasi yang kuat untuk menopang pengembangan kegiatan
pendidikan. Oleh karena itu banyak sekali landasan yang harus diperhatikan
untuk pengembangan kegiatan pendidikan, salah satunya yaitu landasan kebijakan.
Landasan kebijakan dalam pendidikan
merupakan pedoman dan petunjuk bagi pelaksana pendidikan di dalam menjalankan
kegiatan pendidikan. Oleh sebab itu landasan tersebut biasanya mempunyai
keterkaitan yang erat dengan peraturan perundang-undangan atau hukum yang
berlaku pada suatu negara, kemudian ditetapkan dan dikeluarkan oleh orang yang
mempunyai kekuasaan dalam bidang tersebut pada saat itu. Kebijakan yang dibuat
dan ditetapkan oleh pemerintah khususnya dalam bidang pendidikan pasti
mempunyai dasar yang kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,
dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan kebutuhan masyarakat yang
diimbangi dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh sebab itu sangat jelas
bahwa landasan kebijakan pendidikan sangat penting perannya di dalam melindungi
dan memberikan pengawasan terhadap kegiatan pendidikan agar dapat berjalan
sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan, yaitu kebijakan
pendidikan sebagai kebijakan publik dan kebijakan pendidikan sebagai bagian
dari kebijakan publik atau dalam kebijakan publik. Pemahaman ini dimulai dari
ciri-ciri kebijakan publik secara umum, yaitu:
1. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat
oleh Negara, yaitu berkenaan dengan lembaga ekskutif, legislatif, dan
yudikatif.
2. Kebijakan publik adalah kebijakan yang
mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik, dan bukan mengatur orang
seorang atau golongan.
Dengan
demikian, kebijakan publik dipahami
sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh intitusi Negara dalam rangka
mencapai visi dan misi Negara.
Kebijakan
pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Mark Olsen, Jhon Codd, dan Anne-Mari O’Neil, kebijakan
pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi, bagi
Negara-bangsa dalam persaingan global, sehingga kebijakan perlu mendapatkan
prioritas utama di era globalisasi. Salah satu argument utamanya adalah bahwa
globalisasi membawa nilai demokrasi. Dmokrasi yang memberikan hasil adalah
demokrasi yang didukung oleh pendidikan.
Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, kebijakan pendidikan dipahami sebagai bagian dari
kebijakan publik, yaitu kebijakan publik dibidang pendidikan. Maka kebijakan
pendidikan merupakan kebijakan pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan
pembangunan Negara-bangsa di bidang pendidikan, sebagai salah satu dari tujuan
pembangunan Negara bangsa secara keseluruhan.
Carte V. Good (1959)
menyatakan, Educational policy is judgment, derived from some system of
values and some assessment of situational factors, operating within institutionalized
education as a general plan for guiding decision regarding means of attaining
desired educational objectives (Kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian
terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang
dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam
mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai).
Hough, (dam
Mudjia Rahardjo 1984) menegaskan
sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bias menunjuk pada seperangkat tujuan,
rencana atau usulan, program-program, keputusan-keputusan, menghadirkan
sejumlah pengaruh, serta undang-undang atau peraturan-peraturan.
Kebijakan pendidikan (Nugroho, 2008) diartikan sebagai
kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang
tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana tujuan tersebut.
Menurut Fredrickson dan Hart
kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan -hambatan tertentu sambil mencari peluang -peluang untuk mencapai
tujuan/mewujudkan sasaran yang diinginkan (Tangkilisan, 2003).
Menurut Woll, kebijakan merupakan aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat baik secara langsung maupun melalui berbagai
lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat ( Tangkilisan, 2003).
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kebijakan pendidikan adalah aturan-aturan
tertulis yang diputuskan oleh pemerintah yang berfungsi untuk mengatur dalam
bidang pendidikan atau berkaitan dengan pendidikan.
Jadi
konsep kebijakan pendidikan adalah gambaran umum mengenai aturan-aturan
tertulis yang diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya pendidikan
agar tercapainya tujuan pendidikan, seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, keppres, kepmen, perda, keputusan bupati, dan lain-lain.
B. Prinsip-prinsip
dalam Kebijakan Pendidikan
Prinsip-prinsip kebijakan pendidikan adalah sebagai
kebijakan antara lain sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pendidikan harus mewarnai setiap kebijakan
negara dalam berbagai bidang sehingga aspek-aspek kemanusiaan, keadilan sosial,
keadilan ekonomi, pemerintahan pembangunan, keadilan hukum mencerminkan
kaeadilan suatu bangsa yang bermoral dan bermartabat. Jadi, nilai-nilai
pendidikan harus berperan secara proaktif untuk memasuki semua bidang yang
berkembang dalam masyarakat sejalan dengan era globalisasi yang semakin
cepat serta memberikan pengaruh yang besar.
2. Pendidikan harus terbebas dari intervensi kekuasaan dan
konflik kepentingan. Namun pada kenyataannya pendidikan tidak dapat dipisahkan
sebagai alat untuk merayu masyarakat secara umum untuk perebutan kekuasaan. Hal
tersebut mengakibatkan penentuan pembuat kebijakan pendidikan dalam hal ini
pemerintah pusat akan dipengaruhi oleh nuansa politik dan sarat dengan
kepentingn tertentu.
3. Nilai-nilai pendidikan harus menjiwai sistem perpolitikan
dan prinsip penyelenggaraan negara dan tata kelola pemerintahan. Pendidikan
berperan memberikan masukan berupa penguasaan kompetensi serta aspek
keprofesionalitas dan tidak kalah pentingnya juga harus mengubah moral dalam
dunia perpolitikan.
4. Nilai-nilai pendidikan harus menjadi spirit yang menjiwai
kepribadian dan budaya bangsa yang menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika.
Pendidikan mempunyai peran penting yang bertugas untuk menyatukan dan
memberikan keseimbangan bahwa masing-masing individu meskipun memiliki sifat
dan prilaku yang berbeda yang dilatar belakangi kebudayaan mereka, tidak
menyurutkan untuk senantiasa saling menghormati dan menghargai.
5. Pendidikan harus menjadi garda terdepan dari suatu proses
perubahan dan menjadi lokomotif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena pendidikan merupakan pusat atau inti dari perkembangan serta
pengembangan peradaban berbagai macam bangsa dengan cara mengubah pola
pikir.
C. Karakteristik
Kebijakan Pendidikan
Pendidikan adalah suatu bidang yang penting dalam suatu
negara. Melalui pendidikan transfer knowledge dapat berlansung. Tidak hanya
sekedar pengetahuan, namun juga penanaman nilai, cita-cita dan budaya suatu
bangsa. Oleh karenanya pendidikan memegang peranan penting dalam
keberlangsungan suatu negara.
Dalam mengatur agar pendidikan disuatu negara dapat
berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan
berbagai kebijakan dalam dunia pendidikan perlu diambil oleh pemerintah
negara.
Kebijakan pendidikan dalam suatu negara tergantung dari
sistem politik yang dianut sehingga setiap negara mempunyai kebijakan -kebijakan
yang berbeda. Indonesia menganut sistem demokrasi berdasarkan undang-undang.
Kebijakan- kebijakan yang diputuskan juga harus berdasarkan undang-undang.
Kebijakan pendidikan memiliki
karakteristik yang khusus, yaitu:
1.
Memiliki Tujuan
Pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki
tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang
jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2.
Memenuhi Aspek
Legal-Formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi
agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah
wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai
dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat
dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat
dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
3.
Memiliki
Konsep Operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya
harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah
sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung
pengambilan keputusan.
4.
Dibuat oleh
yang Berwenang
Kebijakan
pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki
kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan
dan lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan,
pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan
pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
5.
Mesti Dievaluasi
Kebijakan
pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk
ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan
jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan
pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya
secara mudah dan efektif.
6.
Memiliki Sistematika
Kebijakan
pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harus memiliki
sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.
Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan
sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat
pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktof yang
hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya.
Hal ini
harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan
kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan
pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik;
kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan
dibawahnya.
D. Tujuan dan
Fungsi Kebijakan Pendidikan
1. Tujuan
Kebijakan Pendidikan
Tujuan kebijakan apabila dihubungkan dengan pendidikan dapat
ditinjau dari beberapa hal, yaitu:
1. Dari sisi tingkatan masyarakat
Tujuan kebijakan disini dapat diamati dan ditelusuri dari
hakikat tujuan pendidikan yang universal. Hal tersebut merupakan analisis pada
fakta dan realita yang tersebar luas di masyarakat dikarenakan pendidikan dalam
arti umum mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Dari sisi tingkatan politisi
Tujuan kebijakan ini dapat diamati
dan ditelusuri dari sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada
tingkatan sosial yang berbeda. Pendidikan yang telah menjadi suatu kebijakan
publik diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif supaya tercipta
generasi masyarakat dalam aspek keseimbangan antara hak dan kewajiban sehingga
wawasan, sikap dan perilakunya semakin demokratis.
3. Dari sisi tingkatan ekonomi
Tujuan kebijakan ini dapat dilihat
dan ditelusuri dari kesadaran pentingnya pendidikan sebagai onventasi jangka
panjang yang didasarkan pada beberapa alasan, yaitu: (a) Pendidikan adalah
untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi; (b)
Inventasi pendidikan memberikan nilai baik yang lebih tinggi daripada inventasi
fisik di bidang lain.
Pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup signifikan
terutama ketika seseorang telah menggali dan mengaktualisasikan potensi diri
dan mempunyai kompetensi yang cukup sesuai dengan bidangnya.
Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya
manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur,
serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil
pendidikan yang baik.
2. Fungsi Kebijakan Pendidikan
Nanang Fattah, mejelaskan bahwa fungsi kebijakan dalam
pendidikan adalah: sebagai berikut:
a. Menyediakan
akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintahan perlu ada dalam
pendidikan. Hal ini berkaitan dengan karakter kepribadian yang sangat beragam
dan berbeda-beda.
b. Melembagakan
mekanisme akuntabilitas untuk mengukur kinerja siswa dan guru. Perlu diupayakan
pendirian suatu lembaga independen dan mandiri yang bertugas khusus untuk
melakukan kegiatan evaluasi dan pengawasan.
Sedangkan menurut Pongtuluran (1995), fungsi kebijakan sebagai
berikut:
1. Pedoman untuk bertindak. Hal ini mengungkapkan bahwa
kebijakan pendidikan mempunyai posisi yang sentral dalam menentukan suatu acuan
dalam implementasi program pendidikan serta sebagai tuntutan ke mana arah
sistem pendidikan akan tertuju dan berjalan.
2. Pembatas prilaku.apabila dikaitkan dengan pendidikan
kebijakan pendidikan tidak dapat dilepas dari norma serta aturan dalam setiap
tindakan yang diaktualisasikan berkaitan dengan aktivitas pendidikan.
3. Bantuan bagi pengambil keputusan. Kebijakan pendidikan
disini adalah sebagai ujung tombak dalam mengambil keputusan yang tepat dan
benar setelah melalui serangkaian proses perumusan oleh para pembuat kebijakan
pendidikan.
E. Implementasi Kebijakan dalam Pendidikan Menengah
Kebijakan
pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah
strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka
untuk mewujudkaan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk
suatu kurun waktu tertentu.
Atau dengan
kata lain, bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan
pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan
lingkugan hidup pendidikan secara moderat.
Grindle (1980) menempatkan implementasi
kebijakan sebagai suatu proses politik dan administratif. Dengan memanfaatkan
diagram yang dikembangkan, jelas bahwa proses implementasi kebijakan hanya
dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat
umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah
dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi implementasi
kebijakan publik apapun.
Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka
kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau slogan politik.
Secara teoretik pada tahap implementasi ini proses perumusan kebijakan dapat
digantikan tempatnya oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program
kemudian diaktifkan.
Tetapi dalam praktik, pembedaan antar tahap
perumusan kebijakan dan tahap implementasi kebijakan sebenarnya sulit
dipertahankan, karena umpan balik dari prosedur-prosedur implementasi mungkin
menyebabkan diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan
arah kebijakan yang sudah ditetapkan.
Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang
sudah dirumuskan ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan
ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.
Fungsi
kebijakan pendidikan yaitu kebijakan pendidikan dibuat untuk menjadi pedoman
dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau
sekolah dengan masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Salah satu
tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan hak
asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya tanpa memandang status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama,
dan gender.
Pendidikan
untuk semua menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan
fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis,
dengan menyediakan layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak
terjangkau.
Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti
Indonesia merupakan program besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal
ini karena jumlah penduduk yang luar biasa dan posisinya tersebar ke berbagai
pulau. Ditambah lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-etnis dan sangat
pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut
adanya sistem pendidikan nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan seluruh rakyat.
Sistem pendidikan semacam itu tidak
mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan pendidikan nasional yang
handal. Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa. Tetapi suatu bentuk
perencanaan yang mampu mengatasi perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa
terjadi karena perubahan lingkungan global. Globalisasi yang menjangkau seluruh
bagian bumi membuat Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi
telekomunikasi dan informasi, membuat segala hal yang terjadi di dunia
internasional berpengaruh juga berpengaruh ke Indonesia.
Dalam mengimplementasikan
desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai wujud dari implementasi kebijakan
pemerintah maka diterapkanlah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan MBS,
maka sekolah-sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih
leluasa bergerak, sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan
memberikan otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah
terhadap tuntutan masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi
pendidikan.
Tanggung jawab pengelolaan
pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh sekolah dan masyarakat
dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan ke tingkat yang paling dekat
dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat kehidupan berdemokrasi
melalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan dana ke tingkat sekolah
sehingga sekolah dapat menjadi unit utama peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri
(kebijakan langsung, anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi).
Program MBS sendiri merupakan
program nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah”
Dalam konteks, MBS memungkinkan
organisasi sekolah lebih tanggap, adaptif, kreatif, dalam mengatasi tuntutan
perubahan akibat dinamika eksternal, dan pada saat yang sama mampu menilai
kelebihan dan kelemahan internalnya untuk terus meningkatkan diri.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh
melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan
penyederhanaan birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui
partisipasi orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan
profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang
kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat
(stake-holders), terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan.
Implikasinya adalah pemberian kewenangan yang
lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya. Juga, melakukan
perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumber daya manusia,
yang menekankan pada profesionalisme.
1. Kebijakn
Pemerintah Terhadap Pendidikan Menengah
a. Landasan
Kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan
Landasan yuridis adalah seperangkat
konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan
Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945, yang meliputi, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
peraturan pemerintah, dan lainnya.
Berikut
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di
Indonesia:
1. Dalam
pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara republik Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
b. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4)
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
serta (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
c. UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional pendidikan
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
e. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional.
Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah
criteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Arah Kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan Menengah
Pendidikan adalah hal penting pada suatu Negara, sehingga pemerintah perlu untuk
merumuskan kebijakan yang mendukung berlangsungnya pendidikan. Dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 di alinea ke empat dinyatakan bahwa Bangsa Indonesia
bercita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal ini selanjutnya di dukung dengan pasal 3; (ayat 1) dalam
Undang-undang Dasar 1945 yang memberikan hak bagi setiap warga negara untuk
memperoleh pendidikan. Dalam ayat-ayat selanjutnya dinyatakan; (2), setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdasakan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang; (4)
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran dan pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan
nasional
Sejalan dengan ayat kedua diatas,secara umum pendidikan
nasional Indonesia diatur dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20
Tahun 2003. Didalamnya diatur mengenai dasar,fungsi dan tujuan,prinsip
penyelenggaraan pendidikan,hak dan kewajiban warga negara ,orang tua,masyarakat
dan pemerintah , peserta didik, jalur jenis jenjang pendidikan,bahasa
pengantar,wajib belajar,standar nasional pendidikan,kurikulum, pendidik dan
tenaga kependidikan,sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan, pengelolaan,
peran serta masyarakat, evaluasi, akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan
pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh negara lain, pengawasan dan
ketentuan pidana.
Kebijakan pendidikan di Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju
terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran
pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan
kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan
tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal
terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk
pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani
keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal
sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
professional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar
sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan
prasarana memadai.
5. Melakukan
pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang
diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem
pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin
secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan
reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan
potensinya.
8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia
usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya
saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Ketentuan tentang beberapa hal dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pemerintah. antara lain sebagai berikut:
1. Wajib Belajar
Ketentuan tentang wajib belajar diatur dalam PP No 47 Tahun
2008.Dalam peraturan pemerintah ini diatur tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan wajib belajar seperti fungsi dan tujuannya, penyelenggaraan,pengelolaan
dan pengawasan. Penyelenggaraan program wajib belajar dilakukan oleh
pemerintah,pemerintah daerah dan masyarakat.Pemerintah daerah dapat mengatur
lebih lanjut pelaksanaan program wajib agar sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing melalui peraturan daerah.
2. Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan diatur dalam PP No 19 Tahun
2005.Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh Indonesia.Didalamnya dimuat delapan standar nasional
dalam pendidikan mencakup;
a. Standar kompetensi
lulusan yakni kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,pengetahuan dan
keterampilan.Standar ini digunakan sebgai pedoman penilaian dalam penentuan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
b. Standar isi yakni
mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Didalamnya memuat struktur
kurikulum,beban belajar,kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender
pendidikan.
c. Standar proses yakni yang berkenaan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikanPembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif ,inspiratif,menyenangkan,menantang memotivasi
peserta didika untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup
untuk kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat ,minat dan perkembangan
fisik dan psikologis peserta didik.
Selain itu, dalam proses pembelajaran, pendidik juga perlu
memberikan keteladanan.Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan, pelaksanaan,penilaian
dan pengawasan pembelajaran untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif.
Tentang standar perencanaan,pelaksanaan,penilaian dan pengawasan pembelajaran
ditetapkan dengan peraturan menteri, seperti peraturan menteri No.41 tahun 2007
tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah serta peraturan
menteri No. 1 tahun 2008 tentang standar proses pendidikan khusus.
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan yakni yang
berkaitan dengan kelayakan baik dari segi fisik maupun mental. Pendidik harus
mempunyai kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran (kompetensi
pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), sehat jasmani dan memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan mengingat
pentingnya peran dan fungsi guru dalam pendidikan, DPR bersama Pemerintah
membuat undang-undang No 14 tahun 2005. Kemudian khusus tentang guru diatur
lebih lanjut dalam PP No 74 Tahun 2008.
e. Standar sarana dan prasarana yakni berkaitan dengan
kriteria minimal tentang ruang belajar dan berbagai tempat yang menunjang
proses pembelajaran termasuk teknologi informasi dan komunikasi. Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang lahan,ruang kelas,ruang pimpinan,ruang
pendidik,ruang tata usaha,perpustakaan,laboratorium,tempat ibadah dan lain-lain
yang menunjang proses pembelajaran secara teratus dan berkelanjutan.Tentang
standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar dan menengah,diatur dalam
permen no 24 tahun 2007.
f. Standar pengelolaan yakni berkaitan dengan
perencanaan,pelaksanaan dan pengawasan agar tecapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.Pada satuan pendidikan dasar dan menengah
menggunakan manajemen berbasis sekolah (MBS).Sedangkan pendidikan tinggi
diberikan otonomi sesuai kewenangan yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan.
g. Standar pembiayaan yakni yang mengatur komponen dan
besarnya biaya operasional satuan pendidikan yang berlaku selama satu
tahunPembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi(penyediaan sarana
prasarana,pengembangan SDM dan modal kerja tetap),biaya personal (biaya
pendidikan peserta didik) dan biaya operasional (gaji pendidik,bahan dan
peralatan habis pakai,biaya operasi pendidikan tidak langsung,)
h. Standar penilaian yakni yang berkaitan dengan mekanisme,
prosedur dan instrument.
Sedangkan landasan yuridis atau
kebijakan pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia, yang
menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Undang-Undang Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang,
peraturan pemerintah, dan lainnya.
Berikut
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di
Indonesia:
1. Dalam
pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara republik Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
2. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4)
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
serta (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
3. UU No. 20 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional pendidikan
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
5. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional.
Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah
criteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
KESIMPULAN
Kebijakan pendidikan adalah gambaran umum mengenai aturan –
aturan tertulis yang diputuskan oleh pemerintah untuk mengatur jalannya
pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan. Perbedaan antara kebijaksanaan
dan kebijakan bahwa kebijaksanaan adalah aturan-aturan yang semestinya dan
harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat kepada siapa pun yang dimaksud untuk
diikat oleh kebijaksanaan tersebut.
Sedangkan kebijakan atau wisdom adalah suatu ketentuan dari
pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang
karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang
berlaku. Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik
yang khusus, yakni memiliki tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal,
memiliki konsep operasional, dibuat oleh yang berwenang, dapat dievaluasi,
memiliki sistematika.
Tujuan kebijakan ini dapat dilihat dan ditelusuri dari
kesadaran pentingnya pendidikan sebagai onventasi jangka panjang yang
didasarkan pada beberapa alasan, yaitu pendidikan adalah untuk perkembangan
ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi, inventasi pendidikan memberikan
nilai baik yang lebih tinggi daripada inventasi fisik di bidang lain.
Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya
manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur,
serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator
hasil pendidikan yang baik.
Fungsi kebijakan dalam pendidikan adalah menyediakan
akuntabilitas norma budaya yang menurut pemerintahan perlu ada dalam
pendidikan, melembagakan mekanisme akuntabilitas untuk mengukur kinerja siswa
dan guru.
Kebijakan pendidikan Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan akademik dan sumber daya manusia yang profesional
sedini mungkin serta meningkatkan kesjahteraan bagi tenaga pendidik.
Prinsip-prinsip kebijakan
pendidikan salah satunya adalah bahwa pendidikan harus terbebas dari segala
bentuk konflik yang akan mengganggu kebijakan pendidikan itu sendiri sehingga
tujuan dari pendidikan tersebut tidak tercapai.
Kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan telah tercantum di dalam Undang -Undang yang memuat tentang sistem
pendidikan nasional. Di mana dalam sistem pendidikan nasional tersebut selain
menjelaskan tentang kewajiban agar masyarakat dapat menuntut ilmu sejak dini,
sistem pendidikan nasional juga menjelaskan tentang beberapa standar pendidikan
yang ditujukan kepada lembaga pendidikan. kemudian dikenal berada dalam aliran
kelembagaan atau institusionalisme.
Sebagai jawaban atas ketidakpuasan terhadap aliran
institusionalisme, maka muncullah aliran behavioristik. Penganut aliran ini berasumsi
bahwa untuk mempelajari politik haruslah sekaligus mempelajari interaksi
individu-individu, kelompok-kelompok, individu-kelompok, baik dalam lembaga
politik maupun yang berada di luarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman.
1987. Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah. Jakarta : Media
Sarana Press.
Abidin, Said
Zainal. 2006. Kebijakan Publik. Jakarta. Suara Bebas
Dunn, William
N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta. Gajah
Mada University Press.
Hasbullah,
2006. Otonomi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Imron , Ali.
1995. Kebijakan Pendiikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Koesoemahatmadja.
1979. Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan di Daerah di
Indonesia. Bandung : Binacipta.
Muhdi, Ali.
2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta. Pustaka
Fahima.
Nugroho, D.
Riant. 2000. Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta :
Elex Media Computindo.
Pongtuluran,
Aris. 1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan Keputusan
Manajerial. Jakarta. LPMP.
Suryono, Yoyon.
2000. Arah Kebijakan Otonomi Pendidikan Dalam Konteks
Otonomi
Daerah.
Yogyakarta. FIP UNY.
Wayong J. 1979.
Asas dan Tujuan Pemerintahan Daerah. Jakarta: Penerbit
Djambatan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar