Senin, 22 April 2019

Pendidikan Karakter Bangsa


Pendidikan Karakter Bangsa
Oleh: AHMAD GOJIN


PENDAHULUAN
Karakter manusia “sempurna” sebagaimana ditampilkan oleh para Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Bila seseorang memahami akhlak para nabi (sejak Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad saw.) dan turut mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari berarti orang tersebut telah memiliki karakter.
Jadi karakter yang harus dibangun adalah karakter yang baik, bila tidak niscaya yang berkembang adalah karakter yang tidak baik. (Fa alhamaha fujuroha wa taqwaha. Qod aflaha man zakkahaa, wa qod khoba man dassaha).
Winnie memahami bahwa istilah karakter diambil dari bahasa Yunani yang berarti ‘to mark’ (menandai). Istilah ini lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Ada dua pengertian tentang karakter, yaitu:
Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia.
Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bisa disebut ‘orang yang berkarakter’ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Sedangkan Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Dari uraian di atas difahami bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif.
Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau baik, bukan yang negatif atau buruk.
Hal ini didukung oleh Peterson dan Seligman yang mengaitkan secara langsung ’character strength’ dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari ‘character strength’ adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan bangsanya.
            PEMBAHASAN
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan.
Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembang-kan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Lima pilar karakter luhur bangsa Indonesia, yaitu:
1. Transendensi: Menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang maha Esa. Dari kesadaran ini akan memunculkan sikap penghambaan semata-mata pada Tuhan yang Esa. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri dan alam sekitar sehingga mampu menjaga dan memakmurkannya. Ketuhanan yang maha Esa;
2.      Humanisasi: Setiap manusia pada hakekatnya setara di mata Tuhan kecuali ilmu dan ketakwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subjek yang memiliki potensi.  Kemanusiaan yang adil dan beradad;
3.  Kebinekaan: Kesadaran akan adanya sekian banyak perbedaan di dunia. Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan,   Persatuan Indonesia;
4. Liberasi: Pembebasan atas penindasan sesama manusia. Karenanya, tidak dibenarkan adanya penjajahan manusia oleh manusia.   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5.  Keadilan: Keadilan merupakan kunci kesejahteraan. Adil tidak berarti sama, tetapi proporsional.   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa di Yogyakarta bulan Oktober 1949 pernah berkata bahwa "Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya, dan persatuan”. Sedangkan menurut Prof. Wuryadi, manusia pada dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan karakternya yaitu dasar dan ajar.
Dasar dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan yang direncanakan atau diprogram.
Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah).
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter bangsa di Indonesia adalah sebagai berikut:
 1. Transendensi: Menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang maha Esa. Dari kesadaran ini akan memunculkan sikap penghambaan semata-mata pada Tuhan yang Esa. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri dan alam sekitar sehingga mampu menjaga dan memakmurkannya. Ketuhanan yang maha Esa.
 2.  Humanisasi: Setiap manusia pada hakekatnya setara di mata Tuhan kecuali ilmu dan ketakwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subjek yang memiliki potensi.  Kemanusiaan yang adil dan beradab.
             3.  Kebinekaan: Kesadaran akan adanya sekian banyak perbedaan di dunia. Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan,   Persatuan Indonesia.
            4.       Liberasi: Pembebasan atas penindasan sesama manusia. Karenanya, tidak dibenarkan adanya penjajahan manusia oleh manusia.   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
            5.  Keadilan: Keadilan merupakan kunci kesejahteraan. Adil tidak berarti sama, tetapi proporsional.   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

DAFTAR PUSTAKA

Darmiyati Zuchdi dkk. (2009).  Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai
 Target.  Yogyakarta: UNY Press.
Muhammad, Rohmadi dan Taufiq, Ahmad. (2010). Pendidikan Agama : Pendidikan
 Karakter Berbasis Agama , Lingkar Media.
Musfiroh, T. (2008). Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan  Karakter
dalam  Character Building , (Editor: Arismantoro). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Muwafik Saleh, Akh. (2012). Membangun Karakter dengan Hati Nurani; Pendidikan
 Karakter untuk Generasi Bangsa. Jakarta: Erlangga.
Nurul Zuriah. (2007) . Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi
 Aksara.
Kemendiknas. (2010). Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan
 Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Ananta Pramoedya Toer. (2006). Anak Semua Bangsa. Jakarta: Lentera Dipantar.
Goble, G Frank. (1991). Mazhab Ketiga : Psikologi Humanistik Abraham Maslow.
 Yogyakarta.Penerbit Kanisius.
Muin,Fachtul. (2011). Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan
 praktik.Yogyakarta: Arr-ruzz Media.
Rachman, Maman. (2000). Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai
 Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Tahun ke-
tujuh).
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar