Pendidikan Karakter Bangsa
Oleh: AHMAD GOJIN
PENDAHULUAN
Karakter manusia “sempurna”
sebagaimana ditampilkan oleh para Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Bila
seseorang memahami akhlak para nabi (sejak Nabi Adam sampai dengan Nabi
Muhammad saw.) dan turut
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari berarti orang tersebut telah
memiliki karakter.
Jadi karakter yang harus
dibangun adalah karakter yang baik, bila tidak niscaya yang berkembang adalah
karakter yang tidak baik. (Fa alhamaha fujuroha wa
taqwaha. Qod aflaha man zakkahaa, wa qod khoba man dassaha).
Winnie memahami bahwa
istilah karakter diambil dari bahasa Yunani yang berarti ‘to mark’
(menandai). Istilah ini lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Ada dua
pengertian tentang karakter, yaitu:
Pertama, ia menunjukkan bagaimana
seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam,
atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk.
Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang
tersebut memanifestasikan karakter mulia.
Kedua, istilah karakter erat
kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang baru bisa disebut ‘orang yang
berkarakter’ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai
kaidah moral.
Sedangkan Imam Ghozali
menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq, yaitu spontanitas manusia
dalam bersikap, atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia
sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Dari uraian di atas difahami bahwa karakter itu berkaitan
dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang
berkarakter’ adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif.
Dengan demikian, pendidikan membangun
karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku
yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau baik, bukan
yang negatif atau buruk.
Hal ini didukung oleh Peterson dan Seligman
yang mengaitkan secara langsung ’character strength’ dengan kebajikan.
Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun
kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari ‘character strength’
adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya
potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang
bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan bangsanya.
PEMBAHASAN
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya
ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat
jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja,
tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai
(enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang
menyentuh dimensi dasar kemanusiaan.
Dimensi kemanusiaan itu mencakup
sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu: (1) afektif yang tercermin
pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta
kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada
kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembang-kan
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang
tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis,
dan kompetensi kinestetis.
Lima pilar karakter luhur bangsa Indonesia, yaitu:
1. Transendensi: Menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang maha
Esa. Dari kesadaran ini akan memunculkan sikap penghambaan semata-mata pada
Tuhan yang Esa. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri dan alam
sekitar sehingga mampu menjaga dan memakmurkannya. Ketuhanan yang maha Esa;
2.
Humanisasi: Setiap manusia pada hakekatnya setara di mata Tuhan
kecuali ilmu dan ketakwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai
subjek yang memiliki potensi. Kemanusiaan yang adil dan beradad;
3. Kebinekaan: Kesadaran akan adanya sekian banyak perbedaan di dunia.
Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan, Persatuan Indonesia;
4. Liberasi: Pembebasan atas
penindasan sesama manusia. Karenanya, tidak dibenarkan adanya penjajahan
manusia oleh manusia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan: Keadilan merupakan kunci kesejahteraan. Adil tidak
berarti sama, tetapi proporsional. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa di Yogyakarta bulan Oktober 1949
pernah berkata bahwa "Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban,
budaya, dan persatuan”. Sedangkan menurut Prof. Wuryadi, manusia pada dasarnya
baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan
karakternya yaitu dasar dan ajar.
Dasar dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau
hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan ajar
adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan
yang direncanakan atau diprogram.
Dengan
demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan
pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana
disarankan Philips, keluarga hendaklah kembali menjadi school of love,
sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta
sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah).
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter bangsa di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Transendensi: Menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang maha
Esa. Dari kesadaran ini akan memunculkan sikap penghambaan semata-mata pada
Tuhan yang Esa. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri dan alam
sekitar sehingga mampu menjaga dan memakmurkannya. Ketuhanan yang maha Esa.
2. Humanisasi: Setiap manusia pada hakekatnya setara di mata Tuhan
kecuali ilmu dan ketakwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai
subjek yang memiliki potensi. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Kebinekaan: Kesadaran akan adanya sekian banyak perbedaan di dunia.
Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan, Persatuan Indonesia.
4.
Liberasi: Pembebasan atas
penindasan sesama manusia. Karenanya, tidak dibenarkan adanya penjajahan
manusia oleh manusia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan: Keadilan merupakan kunci kesejahteraan. Adil tidak
berarti sama, tetapi proporsional. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Darmiyati
Zuchdi dkk. (2009). Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai
Target. Yogyakarta: UNY
Press.
Muhammad,
Rohmadi dan Taufiq, Ahmad. (2010). Pendidikan
Agama : Pendidikan
Karakter Berbasis Agama , Lingkar Media.
Musfiroh,
T. (2008). Pengembangan Karakter Anak
Melalui Pendidikan Karakter
dalam Character
Building ,
(Editor: Arismantoro). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Muwafik
Saleh, Akh. (2012). Membangun Karakter
dengan Hati Nurani; Pendidikan
Karakter untuk Generasi Bangsa. Jakarta: Erlangga.
Nurul
Zuriah. (2007) . Metodologi Penelitian
Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Kemendiknas. (2010). Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Ananta Pramoedya Toer. (2006).
Anak Semua Bangsa. Jakarta: Lentera Dipantar.
Goble, G Frank. (1991). Mazhab
Ketiga : Psikologi Humanistik Abraham Maslow.
Yogyakarta.Penerbit
Kanisius.
Muin,Fachtul. (2011). Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan
praktik.Yogyakarta:
Arr-ruzz Media.
Rachman, Maman. (2000). Reposisi,
Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai
Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Tahun
ke-
tujuh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar